Pertanyaan

بسم اللّه الرحمن الر حيم
السلام عليكم ورحمةالله وبركاته

Ustadz, jika pengendara ojek online menunggu orderan (mangkal) di masjid, sambil membaca Al Qur’an dan semisalnya, apakah termasuk larangan jual beli di masjid?

Syukron, Ustadz.
Jazaakallaahu khoiron

( Dari Fulanah, Sahabat BiAS)

Jawaban

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.

Larangan jual beli di masjid secara umum dapat kita ketahui melalui hadits riwayat Imam Tirmidzi;

إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيْعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِيْ الْمَسْجِدِ فَقُولُوا: لاَ أَرْبَحَ اللهُ تِجَارَتَكَ وَإِذَا رَأَيْتُم مَنْ يُنْشِدُ فِيْهِ ضَالَةً فَقُولُوا: لاَ رَدَّ الههُ عَلَيْكَ

“Jika engkau mendapati orang yang menjual atau membeli (bertransaksi) di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya, ‘Semoga Alloh tidak memberikan keuntungan/laba pada transaksi perdaganganmu’, dan bila engkau menyaksikan orang yang mengumumkan kehilangan barang di dalam masjid, maka katakanlah kepadanya, ‘Semoga Alloh tidak mengembalikan barangmu yang hilang’” [HR Tirmidzi 1321]

Hal ini sejalan dengan tujuan utama didirikannya sebuah masjid yang Alloh abadikan dalam surat An-Nur :

في بُيُوتٍ أَذِنَ اللهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَاْلأَصَالِ رِجَالُُ لاَّتُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلاَبَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَآءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَاْلأَبْصَار

“Di rumah-rumah yang di sana Alloh telah memerintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, ber-tasbih kepadaNya pada waktu pagi dan waktu petang. Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Alloh, mendirikan sholat, dan membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hari dan penglihatan menjadi goncang” (QS An-Nur 36-37).

Telah jelas pada ayat di atas bahwa masjid adalah tempat untuk menegakkan ibadah kepada Alloh. Bukan untuk urusan dunia yang melalaikan, apalagi sampai jadi tempat untuk bertransaksi.
Sebagaimana pula dengan sabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam :

إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجِلَّ وَصَّلاَةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ

“Sejatinya masjid-masjid ini hanyalah untuk menegakkan dzikir kepada Alloh ‘Azza wa Jalla, shalat, dan bacaan al-Qur’an” [HR Muslim 285]

Bahkan terdapat atsar dari Atho’ bin Yasar rohimahulloh, salah seorang ulama dari kalangan tabi’in yang dinukilkan oleh Imam Malik dalam Muwaththo’ bahwa masjid bukanlah pasar dunia :

كَانَ إِذَا مَرَّ عَلَيْهِ بَعْضُ مَنْ يَبِيعُ فِي الْمَسْجِدِ، دَعَاهُ فَسَأَلَهُ مَا مَعَكَ وَمَا تُرِيدُ؟ فَإِنْ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَبِيعَهُ، قَالَ: عَلَيْكَ بِسُوقِ الدُّنْيَا. فَإِنَّمَا هذَا سُوقُ الآخِرَةِ

“Jika Atho’ bin Yasar melewati orang yang berjual-beli di masjid, ia memanggilnya dan menanyakan apa yang ia bawa dan apa yang ia inginkan? Jika orang tersebut menjawab bahwa ia ingin berjual beli maka Atha akan berkata: silahkan anda pergi ke pasar dunia, karena di sini adalah pasar akhirat” [HR Imam Malik 601]

Nah atas dasar semua larangan ini, bagaimana jika bentuk transaksinya adalah hal yang bersifat online?

Hal pertama harus kita lakukan adalah menyamakan persepsi tentang jual beli online, baik itu jasa ataupun barang.

Jika jual beli bermakna tukar menukar harta dengan harta lainnya, dengan tujuan untuk memiliki.
Maka jual beli online adalah tukar menukar harta dengan harta lain untuk sebuah kepemilikan, yang akadnya dilakukan via online, tanpa saling tatap muka.

Dijelaskan dalam sebuah kaidah,

اَلْعِبْرَة ُفِي الْعُقُوْدِ لِلْمَقَاصِدَ وَالْمَعَانِي لَا لِلْأَلْفَاظِ وَالْمَبِانِي

‘Yang diperhitungkan dalam akad-akad adalah tujuan & subtansinya (rukun serta aturannya) , bukan bentuk lafalnya (atau istilahnya) “

Begitu pula dalam kaidah yang lain,

الأَصْلُ فِي الأَشْيَاءِ الإِباحة

“Hukum asal segala sesuatu (muamalah) itu adalah boleh”

Maka dengan pengertian dan kaidah ushul di atas, tak peduli itu istilahnya offline, online, atau semi online sekalipun, selama rukun & syarat jual beli (yakni Penjual – Pembeli – Barang/Jasa – Akad) beserta aturan-aturan yang berlakunya telah terpenuhi, sah jual beli tersebut.

Dan yang perlu dicatat disini bahwa larangan jual-beli di masjid itu terkait dengan terjadinya kesepakatan akad, bukan pada permasalahan serah terima barang atau jasa, sebab dinamakan akad jika sudah terjadi kesepakatan.

Dengan demikian jual beli online di masjid hukumnya haram sebagaimana jual beli konvensional yang disertai tatap muka.

Keharaman ini menyertai banyak wasilah, entah itu melalui SMS, WA, BBM, TELEGRAM, INSTAGRAM, ataupun Aplikasi Jual Jasa seperti GR*B & GO*EK.
Termasuk juga yang sering dilalaikan banyak orang, yakni membeli pulsa lewat mobile banking yang ada di HP saat sedang berada di masjid.

Maka bagi saudara penanya, hendaklah tidak menjadikan peribadatannya di masjid sebagai moment nunggu orderan, tapi gunakan itu sebagai amal sholeh yang bisa digunakan untuk bertawashul demi mendapatkan rezeki yang barokah.
Dan jika ingin start mencari order, keluarlah dari masjid.

Lantas bagaimana jika sudah terlanjur kepencet terima order saat di masjid? Apakah otomatis batal akad tersebut?

Tidak, namun ia berdosa karenanya. Sebab saat Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda :

لاَ أَرْبَحَ اللهُ تِجَارَتَكَ

“Semoga Alloh tidak memberikan keuntungan/laba pada transaksi perdaganganmu”

Ini adalah celaan dari Beliau agar orang yang bertransaksi di masjid tidak diberi laba atau keberkahan, bukan menunjukkan batalnya suatu akad transaksi tersebut.

Semoga kita semua diberi kemudahan dalan menjalankan syariat, serta kehati-hatian dalam memilih yang terbaik & yang paling menyelamatkan bagi hidup kita.

Wallaahu a’lam.
Wabillahittaufiq.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله

Referensi: https://bimbinganislam.com/hukum-pengojek-menunggu-penumpang-di-masjid/