Syaikh Masyhur Hasan Ali Salman menyatakan :

Meluruskan shaf di masa sahabat radhiyallahu anhum

Diantara Kesalahan shalat yaitu meninggalkan merapatkan shaf dan adanya celah di antaranya. Penyebab dari hal ini adalah keyakinan mayoritas kaum muslimin bahwa merapatkan dan meluruskan shaf itu cukup dengan merapatkan pundak saja. Dan mereka tidak mengetahui bahwa merapatkan shaf itu dengan merapatkan telapak kaki juga.

عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ ؛ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي “. وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ، وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ.

Dari Anas bin Malik dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam; “Luruskan shaf kalian karena aku bisa melihat kalian dari arah punggungku.” Anas berkata ; Maka masing masing kami menempelkan pundaknya ke pundak temannya, dan menempelkan telapak kakinya ke telapak kaki temannya.” (HR Bukhari ; 725).

Dalam riwayat lain disebutkan Anas berkata ; engkau telah melihat salah satu dari kami menempelkan pundaknya ke pundak temannya dan menempelkan telapak kakinya ke telapak kaki temannya. Seandainya engkau pergi dan melakukannya di hari ini engkau akan melihat salah satu dari mereka lari seolah ia keledai yang liar (tidak mau menerima sunnah ini-pent).
(HR Abu Ya’la; 3720, Said bin Mansur dalam As Sunan dan Al Ismaili sebagaimana dalam Fathul Bari 2/211).

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَقِيلَ لَهُ : مَا أَنْكَرْتَ مِنَّا مُنْذُ يَوْمِ عَهِدْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ؟ قَالَ : مَا أَنْكَرْتُ شَيْئًا، إِلَّا أَنَّكُمْ لَا تُقِيمُونَ الصُّفُوفَ.

Maka dari itu Nu’man bin Basyir Al-Anshar berkata tentang Anas ketika ia datang ke Madinah ada yang bertanya ; Apa yang engkau ingkari dari diri kami semenjak engkau bersahabat dangan Nabi shalallahu alaihi wa sallam? Beliau menjawab ; Aku tidak mengingkari apa apa hanya saja kalian tidak meluruskan shaf.” (HR Bukhari; 724).

Maka menjadi tampaklah bahwa menempelkan antar pundak dan antar telapak kaki itu sunnah, yang telah diamalkan oleh para sahabat radhiyallahu anhum di belakang Nabi shalallahu alaihi wa sallam. Dan itulah yang dimaksud dengan meluruskan dan merapatkan shaf sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar sebagaimana yang akan datang.

Pernyataan Anas bin Malik ; Seandainya engkau pergi dan melakukan sunnah ini di hari ini maka engkau akan melihat salah seorang dari mereka seolah mereka keledai yang liar.

Demikian pulalah kondisi mayoritas manusia di zaman ini. Seandainya seseorang melakukannya (menempelkan pundak dan telapak kaki) mereka aka lari seperti keledai yang liar. Dan sunnah ini menurut mereka seolah menjadi bid’ah kita berlindung kepada Allah. Semoga Allah memberikan hidayah untuk mereka dan memberikan kelezatan sunnah (Inkarul Minan :245).

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata ketika mengomentari tambahan dari Anas pada riwayat yang telah lalu ;

“Penegasan ini memberikan faidah bahwa perbuatan tersebut terjadi di zaman Nabi shalallahu alaihi wa sallam. Maka dari itu menjadi sempurnalah pendalilan dengan hadits tersebut akan makna meluruskan dan merapatkan shaf.” (Fathul Bari ; 2/211).

Nu’man bin Basyir juga menegaskan apa yang telah disebutkan oleh Anas bin Malik berupa menempelkan pundak dan telapak kaki, dan beliau (Nu’man) menambahkan menempelkan lutut dengan lutut, beliau berkata ;

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam menghadap ke arah manusia dengan wajah beliau sembari bersabda; Luruskan shaf (tiga kali) demi Allah kalian meluruskan shaf atau (jika tidak) Allah akan mencerai beraikan hati hati kalian.

Nu’man radhiyallahu anhu berkata ; Lantas aku melihat seorang lelaki menempelkan pundaknya ke pundak temannya, menempelkan lututnya ke lutut temannya dan menempelkan mata kakinya ke mata kaki temannya.”

(HR Abu Dawud 662, Ibnu Hiban ; 396, Ahmad : 4/276, Ad Daulabi dalam Al Kuna Wal Asma’ ; 2/86 dengan sanad yang shahih).

Komentar Imam Al-Albani tentang meluruskan Shaf

Al-Albani mengomentari hadits Anas dan Nu’man yang telah lalu ;

“Dalam dua hadits tersebut terdapat banyak pelajaran ;

Pertama ; Wajibnya menegakkan, meluruskan dan merapatkan shaf karena hal itu diperintahkan. Dan hukum asalnya wajib kecuali ada indikasi lain sebagaimana yang ditetapkan dalam ilmu ushul. Dan indikasi yang ada justru mengaskan kewajiban tersebut yaitu sabda Nabi shalallahu alaihi wa sallam ; ‘Atau (jika tidak) maka Allah akan membuat hati hati kalian bercerai berai’.

Ancaman semacam ini tidak dikatakan kecuali dalam sebuah perkara yang wajib sebagaimana dimaklumi bersama.

Kedua ; Merapatkan shaf yang tersebut dalam hadits adalah dengan cara menempelkan pundak dengan pundak, sisi telapak kaki dengan sisi telapak kaki.

Karena inilah yang dilakukan oleh para sahabat radhiyallahu anhum ketika mereka diperintahkan untuk meluruskan shaf. (Lihat Syarah Raudhatuth Thalib ; 1/222 oleh Syaikh Zakariya Al Anshari).

Dan teramat sangat disayangkan sunnah berupa merapatkan shaf ini disepelekan oleh kaum muslimin bahkan mereka menyia-nyiakannya kecuali sedikit saja dari mereka. Aku tidak mendapatkan keberadaan sunnah ini ada pada sebuah kelompok kecuali kelompok Ahli hadits.

Aku melihat mereka di Mekah tahun 1368 H mereka bersemangat berpegang teguh dengannya sebagaimana sunnah sunnah Nabi yang lain. Ini berbeda dengan kelompok selain mereka dari kalangan para pengikut madzhab yang empat aku tidak mengecualikan mereka sampaipun para pengikut Hanabilah.

Sunnah ini (merapatkan shaf) di sisi mereka telah menjadi sesuatu yang dilupakan lagi disiakan. Bahkan mereka saling mengikuti satu sama lain untuk meremehkan serta berpaling darinya. Yang demikian karena mayoritas madzhab yang mereka ikuti menetapkan bahwa yang sunnah ketika berdiri (untuk shalat) merenggangkan antara dua telapak kaki sejauh empat jari jika lebih maka makruh sebagaimana disebutkan dengan rinci pada kitab Al Fiqh Ala Madzahibil Arba’ah ; 1/207.

Dan ukuran tersebut di atas tidak ada asalnya sama sekali dari sunnah, namun ia murni sebuah pendapat. Seandainya benar pendapat ini maka ia khusus berlaku untuk imam dan orang yang shalat sendirian, supaya tidak bertentangan dengan sunnah yang shahih ini (merapatkan shaf) sebagaimana konsekwensi dari kaidah kaidah ushul.

Kesimpulannya adalah ; Aku berharap kepada kaum muslimin terutama para imam masjid yang bersemangat untuk mengikuti Nabi shalallahu alaihi wa sallam, serta mengharap keutamaan menghidupkan sunnah Nabi shalallahu alaihi wa sallam agar mereka mengamalkan sunnah ini, dan semangat menjaganya, serta mengajak manusia untuk mengamalkannya, sampai mereka berkumpul di atas sunnah tersebut. Hingga dengan demikian mereka selamat dari ancaman ; Atau (jika tidak) Allah akan mencerai beraikan diantara hati-hati kalian.”
(Selesai perkataan Imam Al-Albani dalam Silsilah Ahadits Ash-Shahihah ; 1/40-41).

Madharat tidak merapatkan pundak dan telapak kaki.

Selama orang yang shalat tidak melakukan apa yang dilakukan oleh Anas dan Nu’man radhiyallahu anhuma maka akan ada celah diantara shaf. Yang jelas bahwa orang yang shalat secara umum jika mereka merapatkan shaf -terutama shaf pertama- nya maka shaf akan menjadi lebih muat untuk dimasuki dua orang atau tiga orang lagi. Namun jika mereka tidak merapatkan shaf ;

Pertama, mereka terjerumus ke dalam bahaya syar’i yang telah lalu.

Kedua, mereka meninggalkan celah tersebut untuk ditempati oleh syaithan, semoga Allah memotong mereka (syaithan).

عَنْ ابْنَ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” أَقِيمُوا الصُّفُوفَ، وَحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ، وَسُدُّوا الْخَلَلَ، وَلِينُوا بِأَيْدِي إِخْوَانِكُمْ – لَمْ يَقُلْ عِيسَى : بِأَيْدِي إِخْوَانِكُمْ – وَلَا تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ، وَمَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ، وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ “.

Dari ibnu Umar rahimahullah bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda : “Luruskan shaf, rapatkan antara pundak, tutuplah celah dan jangan tinggalkan Furujat/celah-celah untuk dimasuki syaithan. Barangsiapa menyambung shaf maka Allah akan menyambungnya, barangsiapa memotong shaf maka Allah akan memotongnya.” (HR Abu Dawud; 666, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim sebagaimana dalam Fathul Bari ; 2/211).

Furujat adalah jamak dari Furjat artinya lokasi yang kosong yang ada diantara dua orang.

Sedangkan Khalal adalah apa yang ada diantara dua orang berupa kelonggaran karena tidak dirapatkan.

Ketiga, hati-hati mereka akan bercerai berai dan akan banyak perselisihan diantara mereka. Maka di dalam hadits Nu’man terdapat faidah yang sangat terkenal di dalam ilmu psikologi yaitu rusaknya lahir berpengaruh pd rusaknya batin demikian pula sebaliknya.

Padahal sunnah untuk merapatkan shaf ini diantara penyebab timbulnya ukhuwwah dan ta’awun di dalam jiwa. Pundaknya si miskin menempel pada pundaknya si kaya, telapak kaki si lemah menempel pada telapak kaki si kuat, semuanya berada pada satu barisan shaf seperti Bunyanun Marshush/bangunan kokoh yang saling menguatkan.

Keempat, mereka aka kehilangan pahala besar yang tersebut di dalam banyak hadits shahih diantaranya sabda Nabi shalallahu alaihi wa sallam ;

“Sesungguhnya Allah akan menyambung kepada orang yang menyambung shaf.” (HR Ahmad; 3/269, Ibnu Majah ; 987, Ibnu Hiban ; 3/297, Ibnu Khuzaimah ; 1550 dan sanadnya shahih).

Dan juga sabda Nabi shalallahu alaihi wa sallam ;

“Yang paling utama dari kalian adalah yang paling lembut pundaknya di dalam shalat, tidak ada satu langkah yang lebih besar pahalanya dibandingkan langkah yang dilakukan seorang lelaki menuju celah diantara shaf kemudian ia menutupnya.” (HR Ath-Thabarani di dalam Al Austah secara lengkap, baris pertama diriwayatkan oleh Al Bazzar dengan sanad Hasan dan Ibnu Hibban di dalam Shahih Ibnu Hiban, lihat Majma’uz Zawaid ; 2/90, At-Targhib Wat Tarhib ; 1/200).

Diterjemahkan dari kitab Al-Qaulul Mubin : 206-211 oleh Syaikh Masyhur Hasan Ali Salman hafidzahullah

Oleh: Abul Aswad Al Bayaty حفظه الله
(Dewan Konsultasi Bimbinganislam.com)

Referensi: https://bimbinganislam.com/3-catatan-penting-tentang-merapatkan-shaf/