Pertanyaan
بسم اللّه الرحمن الر حيم
السلام عليكم ورحمةالله وبركاته
Apakah puasa Mutih Ada tuntunannya dalam Islam? Kerabat saya dianjurkan puasa Mutih & Mandi oleh seorang kyai. Karena menurut kyai yang mereka kenal Ada jin yang mengganggu sehingga Belum diberikan keturunan oleh Allah. Kerabat saya meminta saran. Apa yang harus dilakukan? Barakallahu fiik
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
( Muhammad Zaki M)
Jawaban
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.
Bismillah
Puasa dari sisi bahasa artinya menahan diri, adapun dari sisi istilah maknanya adalah suatu ibadah dengan cara menahan diri dari makan, minum serta jimak (hubungan intim suami istri), mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.
Sementara puasa mutih yang biasa dilakukan oleh pengikut tarekat adalah jenis puasa yang mana si pelaku hanya makan sekepal nasi putih dan segelas air putih saja, tanpa sayur, lauk, atau sesuatu yang berwarna. Karena itu puasa mutih tidak termasuk dalam kategori puasa yang syar’i.
Biasanya mereka (pelaku tarekat) yang melakukan puasa mutih atau patigeni berdalil dengan firman Allah Subhanahu wa ta’alla
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَٰنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
“Sejatinya aku (Maryam) telah bernazar berpuasa untuk Robb Yang Maha Pengasih, maka aku tidak akan berbicara dengan siapa pun pada hari ini” (QS Maryam 26)
Padahal tak ada satupun dari mufassir ahlu sunnah yang memaknai ayat tersebut dengan puasa mutih, apalagi patigeni (puasa mutih yang ditambah dengan tidak berbicara kepada oranglain serta tinggal diruangan yang tidak bercahaya/tanpa lampu & api).
Jika dibandingkan, puasa mutih jelas berbeda dengan puasa menurut syariat islam. Puasa mutih masih membolehkan makan dan minum, walaupun hanya sebatas air dan nasi. Sedangkan dalam islam, makan dan minum adalah hal-hal yang membatalkan puasa. Dalam ritual puasa mutih juga tidak terdapat larangan untuk melakukan hubungan suami istri, padahal dalam islam itu adalah hal yang membatalkan puasa. Maka jelas puasa mutih ini adalah sesuatu yang jauh dari syariat, menyelisihi sunnah, bahkan termasuk kebid’ahan yang nyata.
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (perkara agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” [HR Bukhori 2697]
Dalam riwayat yang lain disebutkan
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” [HR Muslim 1718]
Dari sini kita ketahui setidaknya ada 2 penyimpangan dalam puasa mutih
Pertama, puasanya tidak dalam rangka beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala Semisal orang yang berpuasa karena hendak mendapatkan bantuan dari jin/syaitan berupa sihir atau yang lainnya, atau meyakini dengan puasa mutih bisa memiliki keturunan, maka perbuatan ini termasuk kesyirikan yang besar karena memalingkan ibadah kepada selain Allah Subhanahu wa ta’ala. Adapun orang yang puasa mutih niatnya semata-mata karena diet, hal ini boleh-boleh saja tetapi tidaklah pantas klu itu disebut dengan istilah puasa, karena memang sudah keluar dari pengertian puasa secara syar’i, dan jg tidak termasuk orang yang mendapatkan pahala dari puasa tersebut.
Kedua, menyelisihi tata cara puasa Nabi shalallahu ‘alayhi wasallam, baik itu secara waktu atau secara aturan. Seperti mengkhususkan puasa di hari tertentu yang tidak pernah dikhususkan oleh Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam. Atau puasa sehari semalam tanpa tidur dan tanpa bicara kepada orang lain.
Dengan semua hal diatas jelaslah bahwa ritual puasa mutih bukanlah bagian dari ajaran islam. Terlebih jika keadaanya seperti yang dijelaskan oleh saudara penanya, yakni alasan dari sang kyai karena adanya gangguan Jin yang menyebabkan tidak bisa memiliki anak, sungguh ini merupakan kejahilan yang besar, keyakinan
yang dapat mengantarkan pada kesyirikan. Ketahuilah bahwa anak adalah rezeki dari Allah Subhanahu wa ta’ala, bukan rezeki dari Jin. Tidak memiliki anak berarti belum diizinkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala, bukan belum diizinkan oleh Jin.
Allah Subhanahu wa ta’ala Jalla wa ‘Alaa berfirman;
نَحۡنُ خَلَقۡنَٰكُمۡ فَلَوۡلَا تُصَدِّقُونَ أَفَرَءَيۡتُم مَّا تُمۡنُونَ ءَأَنتُمۡ تَخۡلُقُونَهُۥٓ أَمۡ نَحۡنُ ٱلۡخَٰلِقُونَ
“Kami telah menciptakan kamu, maka mengapa kamu tidak membenarkan? Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu pancarkan. Kamukah yang menciptakannya, atau Kamikah yang menciptakannya” (QS Al-Waqiah 57-59)
إِنَّا خَلَقۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ مِن نُّطۡفَةٍ أَمۡشَاجٖ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur” (QS Al-Insaan 2)
وَأَنَّهُۥ خَلَقَ ٱلزَّوۡجَيۡنِ ٱلذَّكَرَ وَٱلۡأُنثَىٰ مِن نُّطۡفَةٍ إِذَا تُمۡنَىٰ
“Dan bahwasanya Dialah (Alloh) yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita, dari air mani yang dipancarkan” (QS An-Najm 45-46)
Karenanya jangan ragu untuk mencampakkan ucapan sang kyai yang seperti itu, yang petuahnya hanya seputar jin dan makhluk ghaib, sejatinya ia adalah dukun atau peramal yang berjubah kyai.
Bahkan, bukan hanya jangan dituruti tapi juga jangan percayai. Sebab pergi ke dukun atau peramal adalah hal yang terlarang dalam syariat dan bila mempercayai ucapannya, lebih besar lagi dosanya.
Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam menyampaikan tentang tidak diterimanya sholat seorang hamba yang mendatangi peramal;
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang mendatangi tukang ramal, maka sholatnya selama 40 hari tidak diterima” [HR Muslim 2230]
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan “Maksud tidak diterima sholatnya adalah tidak mendapatkan pahala. Namun sholat yang ia lakukan tetap dianggap dapat menggugurkan kewajiban shalatnya dan ia tidak butuh untuk mengulangi shalatnya” (Syarh Shahih Muslim 14/227)
Dalam hadits yang lain disampaikan ancaman yang lebih berat;
مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang ramal, lalu ia membenarkannya, maka ia berarti telah kufur pada Al Qur’an yang telah diturunkan pada Muhammad” [HR Ahmad 9532]
Para ulama pun telah menjelaskan bahwa perbuatan-perbuatan tersebut (ramal, sihir, dll) adalah perbuatan yang haram, dan diharamkan pula membuang-buang harta untuk diberikan kepada mereka yang melakukan perbuatan haram. Orang yang telah terjerumus melakukan hal tersebut hendaknya bertaubat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Saran ana hendaklah perkuat taqwa dan tawakkal kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, sembari terus berikhtiar dengan konsultasi ke pakar medis atau herbalis yang terpercaya. Jika ada kelebihan rezeki, pancing pula dengan shodaqoh di jalan Allah Subhanahu wa ta’ala
Wallahu A’lam
Wabillahittaufiq.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
Referensi: https://bimbinganislam.com/hukum-menjalankan-puasa-mutih/