Hukum Mencukur Bulu Kemaluan Dalam Islam
Apa hukum mencukur bulu kemaluan dalam islam? Berikut penjelasannya. Kebersihan adalah salah satu masalah yang banyak ditanyakan, diantaranya yaitu terkait apa hukumnya mencukur bulu kemaluan? simak penjelasan secara rinci berikut ini!
Kebersihan, kesucian dan kesehatan adalah salah satu hal yang sangat diperhatikan oleh agama islam. Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan : “Kebersihan dan kesucian adalah setengah keimanan” (HR. Muslim no. 223).
Lebih dari itu ibunda kita, Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah menyampaikan sebuah hadist dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sepuluh hal yang merupakan bagian dari kesucian dan kebersihan, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sepuluh hal yang termasuk dari kesucian : Memotong kumis, memanjangkan jenggot, siwak, menghirup air kehidung kemudian menyemburkan lagi, memotong kuku, menggosok sela—sela jari, mencabut rambut ketiak, mencukur rambut kemaluan, dan membersihkan kotoran sisa buang hajat”. berkata seorang rowi yang bernama Zakariya : “Mus’ab (rowi hadist ini) berkata : ‘Aku lupa apa yang kesepuluh, mungkin yang kesepuluh adalah berkumur-kumur.’” (HR. Muslim no. 261)
Hal ini memberikan pelajaran bagi kita bagaimana islam sangat perhatian dengan kebersihan, kesucian dan kesehatan. Bahkan tentang adab-adab buang hajatpun diajarkan dalam islam.
Pada kesempatan yang singkat ini, kita akan membahas salah satu dari sepuluh hal yang disebutkan dalam hadist Ibunda Aisyah yaitu mencukur rambut kemaluan.
Mencukur rambut kemaluan dalam bahasa arab disebut الاستحداد (Al-Istihdad).
Pengertian
Al-Istihdad adalah mencukur rambut kemaluan dengan menggunakan besi. Atau dalam bahasa kita disebut dengan “silet”. Dan yang dimaksud rambut kemaluan disini adalah rambut yang tumbuh disekitar alat kelamin laki-laki ataupun wanita.
Apa Hukum Mencukur Bulu Kemaluan?
Mencukur rambut kemaluan hukumnya adalah sunnah. Dan ini disepakati oleh madzhab yang empat : Hanafiyah, Malikiyah, Asy-Syafi’iyyah (Al-Majmu’, 1/283) dan Hanabilah (Asy-Syarh Al-Kabir, 1/103).
Dalil :
Hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الفِطْرَةُ خَمْسٌ: الخِتَانُ، وَالِاسْتِحْدَادُ، وَقَصُّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ، وَنَتْفُ الآبَاطِ
“Lima hal dari kesucian : Khitan, mencukur rambut kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut rambut ketikan” (HR. Al-Bukhari no. 5891 dan Muslim no. 257)
Hadist Ibunda Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ: قَصُّ الشَّارِبِ، وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ، وَالسِّوَاكُ، وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ، وَقَصُّ الْأَظْفَارِ، وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ، وَنَتْفُ الْإِبِطِ، وَحَلْقُ الْعَانَةِ، وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ ” قَالَ زَكَرِيَّا: قَالَ مُصْعَبٌ: وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ إِلَّا أَنْ تَكُونَ الْمَضْمَضَةَ
“Sepuluh hal yang termasuk dari kesucian : Memotong kumis, memanjangkan jenggot, siwak, menghirup air kehidung kemudian menyemburkan lagi, memotong kuku, menggosok sela—sela jari, mencabut rambut ketiak, mencukur rambut kemaluan, dan membersihkan kotoran sisa buang hajat”. berkata seorang rowi yang bernama Zakariya : “Mus’ab (rowi hadist ini) berkata : ‘Aku lupa apa yang kesepuluh, mungkin yang kesepuluh adalah berkumur-kumur’“. (HR. Muslim no. 261)
Hukum mencukur rambut kemaluan lebih dari empat puluh hari
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum seseorang yang tidak memotong rambut kemaluannya lebih dari empat puluh hari. Setidaknya pendapat mereka terbagi menjadi dua pendapat :
Makruh (dibenci) membiarkan rambut kemaluan hingga empat puluh hari. Dan ini adalah pendapat Madzhab Syafi’iyyah (Roudhoh Ath-Tholibin, 3/234), dan Madzhab Hanabilah (Asy-Syarh Al-Kabir, 105)
Dalilnya adalah hadist anas ketika beliu mengatakan :
وُقِّتَ لَنَا فِي قَصِّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيمِ الْأَظْفَارِ، وَنَتْفِ الْإِبِطِ، وَحَلْقِ الْعَانَةِ، أَنْ لَا نَتْرُكَ أَكْثَرَ مِنْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Kami diberi batas waktu hingga empat puluh hari untuk memotong kumis, memotong kuku, mencabut rambut ketiak, mencukur rambut kemaluan.”
Haram membiarkan rambut kemaluan hingga melebihi empat puluh hari. Dan ini adalah pendapat Madzhab Hanafiyah (Hasiyah Ibnu Al-‘Abidin, 6/407), Asy-Syaukani (Nail Al-Authar, 1/143), Ibnu Baz (Majmu’ Fatawa, 10/50).
Dalil yang mereka pakai adalah dalil yang dipakai oleh pendapat yang memakruhkan, akan tetapi mereka mengatakan bahwa pembatasan waktu dalam permasalahan ini, menunjukan akan wajibnya menjaga batas waktu yang telah ditetapkan. Dan seseorang tidak boleh melebihi batas waktu tersebut.
Asy-Syaukani berkata : “Pendapat yang terpilih adalah menetapkan batas waktu dalam mencukur rambut kemaluan hingga empat puluh hari dan tidak boleh melebihi batas tersebut.” (Nail Al-Authar, 1/143)
Syaikh Bin Baz Berkata : “Yang wajib bagi para lelaki dan wanita adalah memperhatikan batas waktu ini. Tidak boleh baginya untuk membiarkan kuku, kumis, rambut kemaluan dan rambut ketiak hingga melebihi empat puluh hari.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 10/50)
Cara Menghilangkan Rambut Kemaluan
Cara yang paling utama adalah dengan mencukur. Dan boleh juga menggunakan cara lain. Seperti : memotong, mencabut, atau dengan obat perontok rambut. Laki-laki dan wanita dalam hal ini sama saja.
Dan ini adalah pendapat An-Nawawi, Ibnu Qudamah, Al-‘Iroqi, juga Syaikh Bin Baz. Imam An-Nawawi berkata :
وَالْأَفْضَلُ فِيهِ الْحَلْقُ وَيَجُوزُ بِالْقَصِّ وَالنَّتْفِ وَالنُّورَةِ
“Yang paling utama dalam menghilangkan rambut kemaluan adalah dengan mencukur, dan boleh juga dengan cara memotong, mencabut, atau dengan menggunakan obat perontok” (Al-Minhaj, 3/148)
Ibnu Qudamah Juga berkata :
وَإِنْ اطَّلَى بِنَوْرَةٍ فَلَا بَأْسَ
“Dan jika menghilangkan rambut kemaluan dengan menggunakan obat perontok tidak ada masalah padanya.” (Al-Mughni (1/64)
Beberapa Riwayat Para Ulama Menggunakan Obat Perontok
Ibnu Qudamah membawakan beberapa riwayat para ulama yang menggunakan obat perontok. Diantaranya Abu Al-‘Abbas An-Nasaiy, beliau berkata : “Aku pernah membuat obat perontok rambut, kemudian aku mengoleskannya pada Abu Abdillah, ketika sampai pada rambut kemaluannya beliau sendiri yang mengoleskannya”
Nafi’ murid Ibnu Umar pernah berkata : “Dulu aku pernah mengoleskan obat perontok rambut kepada Ibnu Umar, namun ketika sampai pada rambut kemaluannya, ia mengoleskannya sendiri dengan tangan beliau.”
Dari kisah ini, kita bisa mengambil kesimpulan akan bolehkanya menggunakan obat perontok rambut dan harus menjaga aurat dari orang lain.
Kenapa mencukur lebih utama dari pada mencabut?
Hal ini berdasarkan hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau bersabda :
الفِطْرَةُ خَمْسٌ: الخِتَانُ، وَالِاسْتِحْدَادُ، وَقَصُّ الشَّارِبِ، وَتَقْلِيمُ الأَظْفَارِ، وَنَتْفُ الآبَاطِ
“Lima hal dari kesucian : Khitan, mencukur rambut kemaluan, memotong kumis, memotong kuku, dan mencabut rambut ketiak” (HR. Al-Bukhari no. 5891 dan Muslim no. 257)
Sisi pendalilannya adalah : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadist ini menganjurkan untuk mencukur rambut kemaluan dan beliau menganjurkan untuk mencabut rambut ketiak. Hal ini menandakan bahwa mencukur dan mencabut adalah berbeda. Dan mengikuti anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam hadist ini lebih utama.
Bolehkah meminta orang lain untuk mencukurkan rambut kemaluan ?
Pada dasarnya seorang mencukur sendiri rambut kemaluannya dan tidak membiarkan seorangpun untuk melihat auratnya kecuali orang yang diperbolehkan untuk melihatnya seperti istri dan ibu.
Dalilnya adalah firman Allah ta’ala :
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗإِنَّ اللَّـهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ ﴿٣٠﴾ وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (QS. An-Nur : 31)
Dan juga hadist Abu Sa’id Al-Khudzri, beliau berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ
“seorang laki-laki tidak boleh melihat aurat laki-laki lainnya, dan seorang wanita tidak boleh milihat aurat wanita lainnya” (HR. Muslim no. 338)
Begitu juga hadist Bahz bin Hakim dari bapaknya dari kakeknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jagalah auratmu (dari orang lain) kecuali dari istri atau budakmu” (HR. Al-Bukhari secara mu’allaq no. 278, Sunan Abu Dawud no.4016, At-Tirmidzi no. 2769, dan Ibnu Majah no. 1920)
Dan Imam Nawawi mengatakan bahwa melihat aurat orang lain adalah haram secara ijma’. Baik itu antara laki-laki atau perempuan (Al-Minhaj, 4/30). Dan dalam Fath Al-Bari, Ibnu Hajar menukil pernyataan Imam Nawawi ini tanpa berkomentar sedikitpun (Fath Al-Bari (9/338). Dan menutup aurat dari orang lain merupakan suatu kewajiban yang disepakati oleh para ulama (Al-Majmu’, 3/116 dan Fath Al-Bari, 2/171).
Mencukur Rambut Disekitar Dubur
Apakah mencukur rambut kemaluan disekitar dubur disyariatkan dan dicontohkan oleh nabi ?
Imam An-Nawawi berkata : “Saya tidak mendapatkan suatu dalil untuk mensunnahkan mencukur rambut disekitar dubur kecuali dari pendapat Abu Al-Abbas bin Suraij, itupun aku merasa penisbatan hal itu kepadanya tidak benar, adapun jika alasannya adalah untuk kebersihan dan supaya mudah saat membersihkan dari sisa-sisa kotoran setelah buang hajat, maka itu baik dan disukai.” (Al-Majmu’, 2/289)
Imam Asy-Syaukani juga berkata : “Tidak ada dalil untuk mengatakan bahwa mencukur rambut yang tumbuh disekitar dubur adalah sunnah.” Beliau juga berkata : “Untuk mengatakan bahwa mencukur rambut yang tumbuh disekitar dubur itu sunnah diperlukan dalil. Dan kami belum menemukan dalil dari perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau salah satu dari sahabat beliau.” (Nail Al-Authar (1/141)
Kesimpulannya adalah boleh untuk mencukur rambut yang tumbuh disekitar dubur, namun tidak boleh dikatakan bahwa hal itu termasuk dari sunnah. Demikianlah penjelasan hukum mencukur bulu kemaluan dalam Islam.
Hikmah dan Manfaat Mencukur Rambut Kemaluan
Hikmah dan Manfaat mencukur Rambut Kemaluan :
Mendapatkan pahala. Mencukur rambut kemaluan merupakan syariat islam, dan seorang muslim yang mencukur rambut kemaluannya berarti ia telah menjalankan perintah dan anjuran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bagi seorang yang taat dan menjalankan perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ia telah berhak untuk mendapatkan pahala.
Dengan mencukur rambut kemaluan membuat kebersihan dalam badan lebih sempurna. Dan hal itu juga bisa mengurangi bau badan yang berlebih.
Bisa baca juga: Hukum Memotong Kumis dan Bulu Ketiak bagi Shobinul Qurban
Ditulis oleh:
Ustadz Ratno, Lc.
Referensi: https://bimbinganislam.com/hukum-mencukur-bulu-kemaluan-dalam-islam/