Pertanyaan:
Di kampung saya, beberapa orang berjualan/membuat pasar kaget di jalanan tengah-tengah kampung, sebenarnya hal seperti itu sudah dilarang sama pemerintah desa, namun orang-orang tersebut tetap membandel dengan tetap berjualan di area tersebut, padahal pemerintah desa telah membangun pasar untuk mereka, namun mereka menolaknya.
Bagaimana hukum jual dan beli di area yang dilarang oleh pemerintah tersebut?
(Ditanyakan oleh Santri Kuliah Islam Online Mahad BIAS)
Jawaban:
Jual beli di daerah atau tempat yang dilarang pemerintah adalah tidak boleh, seperti berjualan di jalanan tengah-tengah kampung, membuat pasar kaget. Mengapa dilarang? Karena hal ini berhubungan dengan kemaslahatan seluruh manusia yang tinggal atau melewati daerah tersebut, di mana banyak di antara mereka terganggu dengan adanya transaksi jual beli yang kemudian menjadi pasar yang ramai atau dikenal pasar kaget, dan tentunya hal ini mengganggu mobilitas masyarakat umum. Apalagi jika ternyata pemerintah desa telah menyiapkan dan membangun pasar untuk kebutuhan bersama.
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah menjelaskan,
وما كان من الشوارع والطرقات والرحاب بين العمران، فليس لأحد إحياؤه، سواء كان واسعا أو ضيقا، وسواء ضيق على الناس بذلك أو لم يضيق؛ لأن ذلك يشترك فيه المسلمون، وتتعلق به مصلحتهم، فأشبه مساجدهم
Jalan umum, lorong, atau lapangan/taman di tengah kota, tidak berhak bagi siapa pun untuk mengelolanya (dengan budidaya cocok tanam). Baik tempatnya luas maupun sempit. Baik mengganggu orang lain maupun tidak ganggu. Karena tempat ini milik bersama kaum muslimin. Sehingga pemanfaatannya dikembalikan untuk kemaslahatan mereka, sebagaimana masjid. (Lihat Al Mughni, 8/161).
Maka jual beli di daerah larangan adalah tidak boleh, jual belinya sah tapi pelaku transaksinya berdosa. Masing-masing dosa bertingkat-tingkat, tergantung seberapa jauh dan dalam pelanggaran yang dilanggar.
Akan berbeda hukumnya ketika jual beli di pinggir jalan dengan membuat pasar kaget telah diizinkan oleh pemerintah dengan cara tidak membahayakan dan tidak menyusahkan pengguna jalan, karena sebagian space jalan diambil, maka hal ini tidak mengapa. Tetapi alangkah jauhnya hal ini dari kenyataan. Karena pasar kaget di pinggir jalan sering bahkan selalu mengganggu stabilitas kelancaran pengguna jalan. Maka solusi satu-satunya adalah relokasi pasar dengan pertimbangan matang dan menyeluruh.
Ingatlah! Fasilitas umum milik negara, seperti jalan umum, pasar, pengaturan dan tata letak pembangunan diatur oleh pemerintah dan digunakan untuk kemanfaatan rakyatnya. Sehingga setiap orang berhak untuk memanfaatkannya, dengan catatan tidak menyalahi aturan yang telah dibuat untuk kemaslahatan umum dan bersama. Asas ini berdiri di atas semua golongan, bukan hanya kepentingan segelintir orang saja. Oleh karena itu wajib taat dalam urusan ini.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ ، فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ ، مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ ، فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ
“Seorang muslim wajib mendengar dan taat dalam perkara yang dia sukai atau benci selama tidak diperintahkan untuk bermaksiat. Apabila diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat.” (HR. Bukhari, no. 7144).
Al ‘Allamah Ibnu Abil ‘Izz mengatakan,
“Hukum mentaati pemimpin adalah wajib, walaupun mereka berbuat zholim (kepada kita). Jika kita keluar dari mentaati mereka maka akan timbul kerusakan yang lebih besar dari kezholiman yang mereka perbuat. Bahkan bersabar terhadap kezholiman mereka dapat melebur dosa-dosa dan akan melipat gandakan pahala. Allah Ta’ala tidak menjadikan mereka berbuat zholim selain disebabkan karena kerusakan yang ada pada diri kita juga. Ingatlah, yang namanya balasan sesuai dengan amal perbuatan yang dilakukan (al jaza’ min jinsil ‘amal). Oleh karena itu, hendaklah kita bersungguh-sungguh dalam istigfar dan taubat serta berusaha mengoreksi amalan kita.
Perhatikanlah firman Allah Ta’ala berikut,
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura [42]: 30) (Lihat Syarh Aqidah Ath Thohawiyah, hal. 381).
Wallahu Ta’ala A’lam.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
Sumber: https://bimbinganislam.com/hukum-jual-beli-di-daerah-larangan/