Pertanyaan:

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Saya dan keluarga memiliki asuransi kesehatan konvensional dengan sistem unitlink serta asuransi profesi dimana kami diwajibkan untuk memilikinya dalam pekerjaan kami.

Apakah di benarkan dalam islam kalau kita mengikuti asuransi seperti ini? Bila seandainya tidak diperbolehkan apakah bisa diubah menjadi assuransi syariah? Bila memang ridak diperbolehkan juga , bagaimana caranya kita dapat mempunyai asuransi kesehatan serta asuransi profesi yang sesuai dengan syariah islam ?

جَزَاك اللهُ خَيْرًا

(Dari Hamba Allah di Jakarta Anggota Grup WA Bimbingan Islam N05 G-17)

Jawab:

ًوعليكم السلام ورحمة الله وبركاته،

Terkait Asuransi, maka sebagian besar asuransi yang ada adalah termasuk asuransi komersial, yang telah difatwakan oleh sejumlah ulama termasuk konsensus fuqaha’ islam internasional sebagai sesuatu yang haram dari banyak sisi, karena mengandung unsur riba, judi, gharar, memakan uang secara batil, dan lain-lain.

Adapun hukum turut serta dalam asuransi komersial seperti ini, baik yang menyangkut kesehatan, kendaraan, nyawa, keluarga, pekerjaan, dsb; adalah terbagi dua:

Pertama: haram. Yakni bila yang bersangkutan ikut secara sukarela tanpa paksaan dari pemerintah.

Kedua: boleh. Yakni bila yang bersangkutan terpaksa mengikutinya karena sistem yang berlaku. Seperti asuransi jasa raharja yang otomatis disertakan setiap seseorang membuat sim atau memperpanjang pajak kendaraan.

Nah, bagi kondisi yang kedua ini, ia diperbolehkan memanfaatkan ganti rugi dari pihak asuransi yang nilai maksimalnya tidak boleh lebih dari total premi yang telah ia bayarkan.

Sistem asuransi yang sesuai dengan syariat Islam bukanlah yang bersifat komersial, akan tetapi dibangun atas azas ta’awun atau tolong-menolong. Premi yang diberikan pun sifatnya sebagai sumbangan/donasi sukarela yang tidak menjadi milik pihak asuransi, karena pihak asuransi di sini hanya bertindak sebagai pengelola dengan imbalan tertentu.

Adapun total iuran/premi yang dikumpulkan sejatinya adalah milik semua peserta asuransi yang dapat digunakan bila terjadi hal-hal yang tidak diharapkan. Nah, ketika dana yang terkumpul lebih banyak dari yang tersalurkan, maka pihak asuransi dapat menurunkan nilai premi untuk periode berikutnya.

Sebaliknya jika dananya lebih kecil dari pengeluaran, maka bisa diambil kebijakan mengurangi jumlah santunan yang diberikan. Tidak ada denda bagi yang tidak membayar, dan dana tidak menjadi milik pengelola asuransi walaupun tidak ada yang disalurkan.

Bila dana yang terkumpul cukup besar dan dapat digunakan untuk investasi demi kemaslahatan para peserta; maka dibolehkan bagi si pengelola untuk menginvestasikannya pada usaha-usaha yang halal dan tidak terlalu beresiko, dan si pengelola (pihak asuransi syariah) boleh mengambil upah sebagai mudhaarib sesuai yang disepakati oleh para pihak.

Beginilah sistem asuransi islami yang halal dan dianjurkan, namun sangat sedikit yang menerapkannya karena dianggap ‘kurang menguntungkan’.

Wallaahu a’lam.

Konsultasi Bimbingan Islam

Dijawab oleh Ustadz Dr. Sufyan Baswedan Lc MA

Referensi: https://bimbinganislam.com/bagaimana-hukum-asuransi-dalam-islam/