Pertanyaan:

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه

Ustadz, terkait pemimpin (ulil amri), apakah tidak ada pembatalnya?
Contoh: pemimpin yang terpilih wanita, atau mengikuti ritual syirik agama lain, atau murtad.

Syukron, Ustadz.
Jazaakallahu khoiron wa baarakallaahu fiik.

(Ryan Abu ‘Abdilghaniy, Admin BiAS N04)

 

Jawaban:

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.

Pembatalnya hanya satu, ketika si penguasa tersebut berstatus sebagai orang kafir dengan kekufuran yang jelas, kekufuran yang nyata yang tidak menimbulkan keraguan berdasarkan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam di dalam riwayat berikut ini:

عَن عبَادَةَ ابن الصَامت – رَضيَ الله عَنه -، قَالَ : دَعَانَا رَسول الله صَلَى الله عَلَيه وَسَلَمَ فَبَايَعنَاه فَكَانَ فيمَا أَخَذَ عَلَينَا أَن بَايعنا على السمع والطاعة في منشطنا ومكرهنا وعسرنا ويسرنا وأثرة علينا وأن لا ننازع الأمر أهله قال إلا أن تروا كفرا بواحا عندكم من الله فيه برهان

Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit radliyallahu anhu ia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyeru kami, maka kami membaiat kepada beliau.

Adapun bai’at kami terhadap beliau adalah untuk selalu mendengar dan taat dalam dalam keadaan senang dan benci; dalam keadaan kami sulit dan dalam keadaan mudah; ketika kesewenang-wenangan menimpa kami; dan juga agar kami tidak mencabut perkara (kekuasaan) dari ahlinya (yaitu penguasa).

Lalu beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kecuali bila kalian melihat kekufuran yang jelas/nyata berdasarkan keterangan dari Allah” (HR. Bukhari: 7005, Muslim: 1709).

Adapun mengikuti ritual syirik maka jelas ini adalah perbuatan syirik namun pelakunya belum tentu menjadi orang musyrik. Karena bisa jadi ia melakukannya karena faktor kejahilan atau dipaksa atau… atau dan seterusnya. Sehingga penguasa yang melakukan kesyirikan itu belum memenuhi kriteria Kufron Bawwah (kekufuran yang nyata). Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

كنت أقول للجهمية من الحلولية1،والنفاة الذين نفوا أن الله تعالى فوق العرش،لما وقعت محنتهم: أنا لو وافقتكم كنت كافرا، لأني أعلم أن قولكم كفر، وأنتم عندي لا تكفرون، لأنكم جهال. وكان هذا خطابا لعلمائهم وقضاتهم وشيوخهم وأمرائهم, وأصل جهلهم شبهات عقلية حصلت لرؤوسهم مع قصور عن معرفة المنقول الصحيح والمعقول الصريح الموافق له

“Dahulu aku mentakan kepada orang-orang jahmiyyah penganut ajaran manunggaling kawulo gusti, dan penganut ajaran yang menolak sifat-sifat Allah dan menolak bahwa ALlah ada di atas ‘Arsy ketika terjadi fitnah mereka kala itu:

‘Aku sendainya aku menyetujui ucapan kalian (wahai jahmiyyah) maka niscaya aku menjadi orang kafir, karena aku ngerti ucapan kalian ucapan kufur. Namun menurut aku kalian ini tidak kafir, karena kalian ini jahil.’

Dan pernyataan ini aku tujukan kepada para ulama’ mereka, para qadhi mereka, para syaikh mereka, para pemimpin mereka. Dan pokok dari kejahilan mereka adalah syubhat akal yang bersemayam di kepala mereka, serta ketidak fahaman mereka teradap dalil shahih dan penalaran yang sehat yang disepakati.” (Ar-Radd ‘Alal Bakri: 259).

Lihat baik-baik, renungkan pelan-pelan ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ini. Orang yang beliau anggap ulama sekalipun ketika melakukan kekufuran tidak beliau kafirkan jika mereka masih memiliki syubhat dan kejahilan terhadap apa yang mereka lakukan. Bagaimana dengan penguasa kita yang sangat minim ilmu agamanya?

Adapun wanita, ia tidak boleh menjadi penguasa, ini idelanya. Namun jika berhasil menduduki tampuk kekuasaan maka ia tetap ditaati dan tidak gugur kekuasaannya.

Wallahu a’lam

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Abul Aswad Al-Bayaty حفظه الله

 

sumber: https://bimbinganislam.com/pembatal-kekuasaan-seorang-ulil-amri/