Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

 

Assalamualaikum, Ustadz. saya Faisal dari Bontang, Kaltim.

Ustadz saya sering merasa bingung atau gelisah dengan keadaan saya. Seolah-olah saya perlu menginstall ulang hidup saya. Saya merasa banyak yang perlu diperbaiki tapi saya bingung dari mana.

Karna ketika saya coba untuk mendekatkan diri kepada Allah, justru yang terjadi saya semakin jauh.

Jazakallahu khairan, Ustadz.

 

Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

 

Alhamdulillāh
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du
Ayyuhal Ikhwan wal Akhwat baarakallah fiikum Ajma’in.

Beberapa Tahapan Memperbaiki Hidup
1. Belajar Ilmu Syar’i Setahap Demi Setahap
Islam adalah agama sempurna yang dibangun di atas dua pondasi kokoh, yaitu ilmu dan amal. Amal akan rusak bila tidak disertai dengan ilmu. Amal tanpa ilmu ibarat membangun istana di atas air. Ilmu tanpa amal ibarat pohon tanpa buah. Semuanya buruk dan menimbulkan kerusakan. Untuk itulah Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam mendorong umat Islam untuk menuntut ilmu kemudian dengan ilmu itu dia beramal.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا

“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi” (QS. Al-Fath, 28).

Tatkala menafsirkan ayat ini, Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata,

أَيْ: بِالْعِلْمِ النَّافِعِ وَالْعَمَلِ الصَّالِحِ فَإِنَّ الشَّرِيْعَةَ تَشْتَمِلُ عَلَى شَيْئَيْنِ: عِلْمٌ وَعَمَلٌ فَالْعِلْمُ الشَّرْعِيُّ صَحِيْحٌ وَالْعَمَلُ الشَّرْعِيُّ مَقْبُوْلٌ.

“Maksudnya, dengan ilmu yang bermanfaat dan amal yang shalih. Sebab, syari’at itu mencakup dua hal: ilmu dan amal. Ilmu yang sesuai dengan syari’at adalah ilmu yang benar dan amal yang sesuai dengan syari’at adalah amal yang diterima” (Tafsir Ibnu Katsir, 7/360).

Karena kedudukan ilmu inilah, maka wajib bagi seseorang yang akan beramal dan beribadah kepada Allah harus disertai dengan ilmu tentangnya agar bisa diterima ibadahnya. Mengingat tujuan diciptakannya manusia adalah agar beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala, sementara ibadah tidak akan diterima kecuali didasari dengan ilmu (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam), maka tidak ada alasan baginya untuk tidak menuntut ilmu.

2. Hanya Pemilik Ilmu Syar’i yang Takut Kepada Allah Ta’ala
Para ulama mempunyai khasyyah (rasa takut) yang tinggi kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan ini tidak dimiliki oleh selainnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari kalangan para hamba-Nya hanyalah para ulama” (QS. Fatir, 28).

Dalam ayat ini, Allah subhanahu wa ta’ala membatasi bahwa hanya para ulama saja yang mempunyai rasa takut kepada-Nya.

3. Memilih Teman Terbaik
Sebenarnya, sangat mudah mengetahui seperti apa cerminan diri Anda. Cukup dengan melihat bersama siapa saja Anda sering bergaul, seperti itulah cerminan diri Anda. Kenyataan ini telah dipaparkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُؤْمِنُ مِرْآةُ (أخيه) الْمُؤْمِنِ

“Seorang mukmin cerminan dari saudaranya yang mukmin” (HR. al-Bukhari dalam al-Adabul -Mufrad, no. 239).

Kalau seorang biasa berkumpul dengan seseorang yang hobinya berjudi, maka kurang lebih dia seperti itu juga. Begitu pula sebaliknya, kalau dia biasa berkumpul dengan orang yang rajin shalat berjamaah, maka kurang lebih dia seperti itu. Allah Azza wa Jalla menciptakan ruh dan menciptakan sifat-sifat khusus untuk ruh tersebut. Di antara sifat ruh (jiwa) adalah dia tidak mau berkumpul dan bergaul dengan selain jenisnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan hakekat ini dengan bersabda,

الأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ

“Ruh-ruh itu bagaikan pasukan yang berkumpul (berkelompok). (Oleh karena itu), jika mereka saling mengenal maka mereka akan bersatu, dan jika saling tidak mengenal maka akan berbeda (berpisah)” (HR. al-Bukhari, no. 3336 dan Muslim, no. 6708).

Memilih teman yang baik adalah sesuatu yang tak bisa dianggap remeh. Karena itu, Islam mengajarkan agar kita tak salah dalam memilihnya. Maka Perhatikanlah!

Wallahu Ta’ala A’lam.

 

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله