Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya:

Bagaimana amal perbuatan itu ditimbang sedangkan ia adalah sekedar sifat bagi yang melakukan amalan tersebut?

Jawaban:

Kaedah dalam menghadapi masalah semacam ini adalah -sebagaimana telah kita kemukakan juga di atas- kita pasrah dan menerima apa adanya saja. Kita tidak perlu menanyakan bagaimana dan mengapa. Namun ada juga ada ulama –rahimahullah– yang berusaha memberikan jawaban atas pertanyaan di atas.

Mereka mengatakan bahwa amal perbuatan tersebut itu dirubah menjadi suatu bentuk sehingga ia memiliki jism (jasad/tubuh) lalu ditaruh dalam timbangan sehingga dapat diketahui berat atau ringannya amal tersebut.

Mereka mengambil contoh dari hadits shahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

Pada hari kiamat kematian itu dijadikan dalam bentuk kibas (domba), kemudian memanggil penghuni jannah: “Wahai penghuni jannah!” Lalu merekapun muncul dan menjulurkan lehernya untuk melihat. Kemudian Ia memanggil. “Wahai penghuni naar!” Lalu merekapun muncul dan menjulurkan lehernya untuk melihat. ‘Apa yang terjadi?’ Lalu kematian itu didatangkan dalam bentuk domba, lalu ditanyakan, “Apakah kalian tahu ini?” Mereka menjawab,”Ya.” Kematian itu akhirnya disembelih antara jannah dan naar, lalu dikatakan, “Wahai penghuni jannahm ke kallah dan tiada kematian. Dan wahai penghuni naar, kekallah dan tiada kematian!”.

Kita semua tahu bahwa kematian merupakan sifat, akan tetapi Allah menjadikannya sebagai suatu bentuk yang berdiri sendiri. Demikian jugalah amal perbuatan itu menjadi suatu bentuk lalu ditimbang. Wallahu ‘alam.

[Disalin dari kitab Fatawa Anil Iman wa Arkaniha, yang di susun oleh Abu Muhammad Asyraf bin Abdul Maqshud, edisi Indonesia Soal-Jawab Masalah Iman dan Tauhid, Pustaka At-Tibyan]

Sumber: almanhaj.or.id

 

Sumber: https://konsultasisyariah.com/1046-bagaiman-amal-itu-ditimbang.html