Pertanyaan :
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Semoga Allah Azza wa Jalla selalu menjaga Ustadz & keluarga.
Apa hukumnya memanggil orang tua tiri dengan sebutan ibu/ummi atau ayah/abati/abi mengingat mereka bukanlah orang tua kandung. Bagaimana cara yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam?
(Disampaikan oleh Fulan, Disampaikan oleh sahabat BiAS T10)
Jawaban :
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillāh
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du
Ayyuhal Ikhwan wal Akhwat baarakallah fiikum Ajma’in.
Yang nampak bagi kami adalah boleh memanggil ayah tiri atau ibu tiri dengan panggilan umum, misalkan bapak atau ibu, atau bahasa daerah lainnya yang semakna, hanya ini saja yang boleh.
Adapun untuk penggunaan panggilan dengan bahasa Arab, semisal abati (ayahku), abi (bapakku), ummi (ibuku), atau bahasa daerah lain yang semakna, menjadikan orang lain sebagai ayahku atau ibuku (orang tua kandung, padahal bukan), walaupun sebatas panggilan, maka hal ini tidak boleh, meskipun telah menjadi bahasa keseharian.
Kita berusaha untuk menggunakan bahasa Arab sesuai makna hakikat asalnya, dan inilah yang diinginkan. Perhatikanlah hadits dari sahabat Sa’ad radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam pernah bersabda:
مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيْهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيْهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ
“Barangsiapa yang mengakui ayah kepada selain ayahnya, sedangkan dia tahu bahwa dia bukan ayahnya, maka Surga diharamkan atasnya.”
(HR. al-Bukhari, no. 6766).
Banyak ayat dan hadits yang mewajibkan untuk menghubungkan diri kepada orang tua sendiri dan mengharamkannya kepada selainnya. Di antaranya adalah:
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala:
مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ ۚ وَمَا جَعَلَ أَزْوَاجَكُمُ اللَّائِي تُظَاهِرُونَ مِنْهُنَّ أُمَّهَاتِكُمْ ۚ وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ ۖ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ﴿٤﴾ادْعُوهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ ۚ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ ۚ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَٰكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama ayah-ayah mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui ayah-ayah mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan pembantu-pembantumu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Ahzab [33]: 4-5)
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasalam:
مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيْهِ أَوِ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيْهِ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ لاَ يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفاً وَلاَ عَدْلاً
“Barangsiapa yang mengaku ayah kepada selain ayahnya, atau bersandar kepada yang bukan walinya, maka laknat Allah, juga para Malaikat dan semua manusia menimpa mereka, dan pada hari Kiamat, Allah tidak akan menerima dari mereka, baik yang fardhu maupun yang sunnah.”
(HR. Muslim, no. 467, 1370).
Wallahu a’lam.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله