Pertanyaan:
Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuh.. Ustadz, yang ana ketahui batasan aurat untuk laki-laki dari pusar hingga lutut. Apakah boleh dengan melihat selain dari itu baik disengaja atau tidak disengaja dan bagaimana hukumnya? Mohon nasihat dan penjelasannya Barakallahu fiik
Ditanyakan oleh Sahabat Mahad BIAS
Jawaban:
Waalaikumslam warahmatullah wabarokatuh
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kepada semua hambanya untuk menutup aurat kecuali ke keluarga sendiri seperti suami atau istri. Dalilnya adalah surat dalam Al Quran, yaitu:
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ . إِلا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِين
(Orang beriman) adalah orang yang menjaga kemaluan mereka. Kecuali kepada istri-istri mereka atau budak-budak wanita mereka, jika demikian maka mereka tidak tercela. (QS. Al Mu’minun: 5-6)
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam pun memerintahkan kepada semua umat muslim untuk menutup dan menjaga auratnya agar tidak dilihat oleh orang lain yang tidak berhak. Bahkan untuk sesama jenis pun tidak diperbolehkan saling melihat aurat satu sama lain. Dalilnya adalah:
لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَلاَ يُفْضِي الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِي الثَّوْبِ الْوَا حِدِ، وَلاَ تُفْضِي الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةَ فِي الثَّوْبِ الْوَحِدِ
Janganlah seorang lelaki melihat aurat lelaki (lainnya), dan janganlah pula seorang wanita melihat aurat wanita (lainnya). Seorang pria tidak boleh bersama pria lain dalam satu kain, dan tidak boleh pula seorang wanita bersama wanita lainnya dalam satu kain. (HR. Muslim. No. 338)
Batas aurat untuk laki-laki atau pria adalah mulai dari pusar hingga lutut, sebagaimana hadits Nabi Shallahu alaihi wasallam,”
أسفلِ السُّرَّةِ وفوقَ الركبتينِ من العورةِ
Yang di bawah pusar dan di atas kedua lutut adalah aurat. (HR. Al Baihaqi, 3362)
Apakah pusar dan lutut termasuk aurat yang harus di tutup? Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, kebanyakan ulama berpendapat bahwa pusar dan lutut bukan termasuk aurat laki-laki yang harus ditutup. Oleh karena itu, jumhur ulama membolehkan kedua bagian tubuh ini terlihat. Sebagaimana dikemukakan oleh Asy Syairozi, dalil pendukungnya adalah hadits dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Aurat laki-laki adalah antara pusarnya hingga lututnya.” (Al Majmu’, 3: 120-121).
Juga dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhuia berkata:
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان قاعداً في مكان فيه ماء قد انكشف عن ركبته أو ركبتيه فلما دخل عثمان غطاها
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pernah duduk di suatu tempat yang terdapat air dalam keadaan terbuka lututnya atau kedua lututnya. Ketika Utsman datang, beliau menutup lututnya” (HR. Al Bukhari no. 3695).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan:
فإن عورة الرجل ما بين السرة والركبة في الصلاة وخارجها لكن يزاد على ذلك في الصلاة أن يستر عاتقيه أو أحدهما برداء ونحوه مع القدرة على ذلك، ولا يجوز للمؤمن في الصلاة أن يبدي شيئاً مما بين السرة والركبة، هذا هو الذي عليه جمهور أهل العلم وهو الصواب، وذهب بعض أهل العلم إلى أن الفخذ ليس بعورة ولكنه قول مرجوح
“Aurat lelaki adalah antara pusar dan lutut, baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Namun di dalam shalat ditambah dengan menutup kedua pundaknya atau salah satunya dengan rida atau semisalnya selama masih mampu. Dan tidak boleh bagi seorang Mukmin ketika shalat ia memperlihatkan bagian antara pusar hingga lututnya. Ini adalah pendapat jumhur ulama dan ini adalah pendapat yang benar. Sebagian ulama berpendapat bahwa paha bukan termasuk aurat, namun ini adalah pendapat yang lemah” (https://binbaz.org.sa/fatwas/17400).
Lalu bagaimana dengan batasan aurat kepada istri ? Dalam hadistnya, Rasulullah menjelaskan bahwa suami boleh melihat seluruh anggota tubuh pasangannya, begitu juga sebaliknya. Ini artinya, suami dan istri boleh saling melihat anggota tubuh yang seharusnya ditutupi. Dalilnya adalah:
احْفَظْ عَوْرَتَكَ إِلاَّ مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ
Jagalah (tutuplah) auratmu kecuali pada istri atau budak yang engkau miliki. (HR. Abu Daud, No. 4017)
Wallahu a’lam.
Dijawab dengan ringkas oleh:
USTADZ MU’TASIM, Lc. MA. حفظه الله