Pertanyaan:
Assalamu’alaikum.
Tanggl 10 Februari kemarin diperingati sebagai hari raya imlek. Anehnya, suasana hiasan merah tidak hanya di tanggal itu, tapi sejak sebelum hingga jauh sesudah imlek. Sampai sekarang pun pengaruhnya masih ada. Nah pertanyaan saya, bagaimana hukumnya jika kaum muslimin turut merayakan imlek ini? Trim’s
Dari: Irtif
Jawaban:
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh,
Salah satu fenomena akhir zaman, yang dialami umat Islam, membeo kepada orang kafir dalam tradisi dan kebiasaan ciri khas mereka. Termasuk turut memeriahkan hari raya mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ، وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ، حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ
“Sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan kaum sebelum kalian, sama persis sebagaimana jengkal tangan kanan dengan jengkal tangan kiri, hasta kanan dengan hasta kiri. Sampai andaikan mereka masuk ke liang biawak, kalian akan mengikutinya.” (HR. Bukhari 3456, Muslim 2669 dan yang lainnya).
Meskipun konteks hadis ini berbicara tentang orang yahudi dan nasrani, tapi secara makna mencakup seluruh kebiasaan kaum muslimin yang mengikuti tradisi dan budaya yang menjadi ciri khas orang kafir.
Bagaimana dengan hari raya imlek?
Mereka yang turut memeriahkan hari ini, mencoba memberikan alasan, (disimpulkan dari status seorang dosen di salah satu universitas Islam di indonesia, yang terpampang di facebook)
Hari raya ini dimeriahkan karena menyambut kehadiran tahun baru dan tidak ada sangkut pautnya dengan agama tertentu.
Dalam perayaan imlek, mereka tidak mengikuti ritual ibadah apapun. Mereka hanya turut memeriahkan dengan menghiasai rumah dan jalanan dengan warna merah.
Untuk menjawab dua alasan ini, mari kita simak beberapa catatan berikut:
Pertama, kita sepakat bahwa imlek merupakan tradisi orang non muslim cina. Kita tegaskan sebagai tradisi orang kafir cina, karena hari raya ini dilatar belakangi ritual agama Khonghucu. Dalam wikipedia dinyatakan,
Imlek adalah religi dan tradisi Konfucian (Rujiao / Kongjiao)….. Kalender Imlek (Yinli) adalah kalender yang dihitung mulai dari tahun lahirnya Nabi Kongzi tahun 551 SM. Jadi tahun 2007 ini berarti tahun 551+2007= 2558 Imlek. Karena awal tahunnya dimulai dari awal kelahiran Sang Nabi, maka kalender Imlek juga disebut Khongcu-lek..
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Tinggi_Agama_Konghucu_Indonesia
Data ini kita anggap cukup untuk menegaskan bahwa tahun baru imlek, bukan perayaan karena latar belakang dunia, sebagaimana layaknya hari kemerdekaan, tapi murni perayaan yang dilatarbelakangi ideologi agama tertentu. Sehingga anggapan bahwa imlek tidak ada sangkut pautnya dengan agama tertentu adalah anggapan yang jelas bertentangan dengan realita sejarah.
Dengan demikian, turut memeriahkan hari raya ini, apapun bentuknya, meskipun hanya memerahi depan rumah, berarti kita telah melanggar ancaman yang dinyatakan dalam hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من تشبه بقوم فهو منهم
“Siapa yang meniru kebiasaan satu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum tersebut.” (HR. Abu Daud 4031 – hadis shahih).
Termasuk melanggar larangan yang disebutkan dalam keterangan dari Abdullah bin Amr bin Ash,
من بنى بأرض المشركين وصنع نيروزهم ومهرجاناتهم وتشبه بهم حتى يموت خسر في يوم القيامة
“Siapa yang tinggal di negeri kafir, ikut merayakan Nairuz dan Mihrajan (hari raya orang majusi), dan meniru kebiasaan mereka, sampai mati maka dia menjadi orang yang rugi pada hari kiamat.”
Kedua, turut memeriahkan tradisi non muslim yang menjadi ciri khas mereka, menandakan bahwa sejatinya dirinya belum sepenuhnya membenci kekufuran. Sehingga sampai dalam acara yang dibentuk karena latar belakang agama, dia masih turut campur mendukungnya. Karena itulah, Allah menyebutkan bahwa diantara sikap ‘ibadur rahman (hamba Allah yang sejati), mereka tidak menoleh sedikitpun dengan perayaan semacam ini. Allah berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ
“Serta orang-orang yang tidak menyaksikan Az-Zur..” (QS. Al-Furqan: 72).
قال مجاهد في تفسيرها: إنها أعياد المشركين، وكذلك قال مثله الربيع بن أنس، والقاضي أبو يعلى والضحاك.
Mujahid dalam tafsirnya mengatakan, ‘Az-Zur adalah hari raya orang musyrik.’ Demikian pula keterangan yang disampaikan Ar-Rabi’ bin Anas, Al-Qadhi Abu Ya’la, dan Ad-Dhahak (Iqtidha Shiratal Mustaqim, 1/380).
Disamping itu, turut memeriahkan perayaan non muslim merupakan bentuk loyalitas kepada mereka. Padahal Allah melarang keras kaum muslimin untuk memberikan loyalitas kepada non muslim. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadi orang yahudi dan nasrani sebagai kekasih (yang diberi loyalitas). Sebagian mereka menjadi kekasih bagi sebagian yang lain. Siapa yang memberikan loyalitas kepada mereka berarti dia bagian dari mereka.” (QS. Al-Maidah: 51).
Andapun tentu paham, turut menyambut dengan gembira dan memeriahkan hari raya imlek termasuk bukti adanya loyalitas dan kecintaan terhadap tradisi tersebut.
Ketiga, untuk disebut memeriahkan hari raya orang kafir, tidak harus denagn mengikuti ritual mereka. Sebatas turut merasa gembira, senang, dan bahagia dengan kehadiran perayaan orang kafir, sudah bisa dianggap bentuk memeriahkan hari raya mereka. Sekali lagi, meskipun isinya hanya main-main, bergembira-ria, tanpa ada ritual apapun.
Sebagai perbandingan, mari kita simak keterangan Anas bin Malik, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah,
Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang di kota Madinah, penduduk kota tersebut merayakan dua hari raya, Nairuz dan Mihrajan. Menyadari hal ini, beliau bersabda di hadapan penduduk madinah,
قدمت عليكم ولكم يومان تلعبون فيهما إن الله عز و جل أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الفطر ويوم النحر
“Saya mendatangi kalian dan kalian memiliki dua hari raya, yang kalian jadikan sebagai waktu untuk bermain. Padahal Allah telah menggantikan dua hari raya terbaik untuk kalian; Idul Fitri dan Idul Adha.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Nasa’i dan yang lainnya).
Nairuz adalah perayaan tahun baru masyarakat persia, sementara Mihrajan adalah perayaan menyambut musim panen. Perayaan Nairuz dan Mihrajan yang dirayakan penduduk madinah, isinya hanya bermain-main dan makan-makan. Sama sekali tidak ada unsur ritual sebagaimana yang dilakukan orang majusi, sumber asli dua perayaan ini. Meskipun demikian, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap melarangnya. Padahal mereka sama sekali tidak melakukan ritual apapun pada hari raya itu. Sebagai gantinya, Allah berikan dua hari raya terbaik: Idul Fitri dan Idul Adha.
Untuk itu, turut bergembira dengan perayaan orang kafir, meskipun hanya bermain-main, tanpa mengikuti ritual keagamaannya, hukumnya telarang, karena termasuk turut mensukseskan acara mereka.
Setelah memahami hal ini, dengan alasan apalagi kita ikut-ikutan memeriahkan perayaan imlek?
Dijawab oleh ustadz Amm Nur Baits (Dewan Pembina www.KonsultasiSyariah.com)
sumber: https://konsultasisyariah.com/16546-hukum-memeriahkan-tahun-baru-imlek.html