Pertanyaan :
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Semoga Allah ‘Azza wa Jalla selalu menjaga ustadz dan keluarga,
Izin bertanya ustadz, dari member sabahat bimbinganislam.
Di desa saya ada yang meninggal laki-laki, kemudian yang memandikan jenazahnya adalah perempuan. Apakah si mayit itu mendapatkan dosa atau tidak, karena yang memandikannya perempuan bukan mahramnya?
Bahkan sampai proses pengkafanannya .
Jazākallāhu khayran.
(Disampaikan oleh Fulanah, Sahabat BiAS T09 G06)
Jawaban :
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillāh
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du
Ayyuhal Ikhwan wal Akhwat baarakallah fiikum Ajma’in.
Pada asalnya Laki-laki memandikan laki-laki, perempuan memandikan perempuan.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai seorang jamaah haji laki-laki yang terjatuh dari untanya hingga meninggal dunia. Beliau menyuruh para sahabat laki-laki dalam sabdanya,
اغْسِلُوْهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوْهُ فِيْ ثَوْبَيْهِ وَلاَ تُخَمِّرُوْا رَأْسَهُ فَإِنَّ اللهَ يَبْعَثُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلَبِّياً
“Mandikanlah dirinya dengan air dan daun bidara. Serta kafanilah dengan kedua lembar pakaiannya dan jangan kalian tutup kepalanya. Karena sesungguhnya Allah akan membangkitkannya pada hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah.”
(HR. Muslim, no. 1206).
Jika jenazahnya adalah laki-laki belum baligh maka tidak mengapa, wanita yang memandikan walupun yang lebih utama adalah laki-laki. Dan begitu juga sebaliknya.
Adapun Jika tidak didapati untuk yang memandikan jenazah laki-laki selain perempuan bukan mahram, atau tidak didapati yang memandikan jenazah perempuan selain laki-laki yang bukan mahram, maka memandikan jenazah menjadi gugur.
Cukup dengan tayamum untuk menggantikan mandi. Hal ini diqiyaskan seperti orang yang mandi yang tidak mendapati air. Dan ini adalah pendapat terkuat (Wallahu Ta’ala A’lam).
Barang siapa yang melanggar aturan ini, maka ahli waris atau yang mengurus jenazah dari si mayyit tersebut berdosa. Hendaknya bertobat kepada Allah Ta’ala dengan taubat nasuhah.
Dikecualikan dari ini satu perkara, yakni suami boleh memandikan jenazah istrinya atau sebaliknya, dasarnya adalah sebuah hadits dari Ummul Mukminin Ibunda A’isyah radhiallahu ‘anha, beliau menuturkan,
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah kembali dari Baqi’, beliau menemuiku ketika aku sedang sakit kepala, aku mengeluh: “Duh kepalaku.”
Beliau bersabda, “Saya juga Aisyah, duh kepalaku.”
Kemudian beliau menyatakan,
مَا ضَرَّكِ لَوْ مِتِّ قَبْلِي، فَقُمْتُ عَلَيْكِ، فَغَسَّلْتُكِ، وَكَفَّنْتُكِ، وَصَلَّيْتُ عَلَيْكِ، وَدَفَنْتُكِ
“Tidak jadi masalah bagimu, jika kamu mati sebelum aku. Aku yang akan mengurusi jenazahmu, aku mandikan kamu, aku kafani, aku shalati, dan aku makamkan kamu.”
(HR. Ibnu Majah, no. 1465, dan dinilai hasan oleh ahli hadits al-Albani).
Wallahu Ta’ala A’lam.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله
sumber: https://bimbinganislam.com/hukum-wanita-memandikan-jenazah-laki-laki/