Pertanyaan :
بسم اللّه الرحمن الر حيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Semoga ustadz selalu diberikan kesehatan dan dirahmati Allah.
Mohon Ijin bertanya ustadz
Tentang hadits larangan mencela makanan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan sama sekali.
(HR al-Bukhâri dan Muslim).
Jika kita meninggalkan makanan kareta tidak suka, apakah lantas jatuh hukum mubazir atau bagaimana ustadz?
Jazakallahu khairan ustadz
(Disampaikan oleh Admin BiAS T07-G74)
Jawaban :
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بِسْـمِ اللّهِ
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du.
Yang beliau tinggalkan tidak mesti mubazir, karena masih ada orang lain yang akan memakannya. Seperti Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau memakan daging Dhob (spesies kadal padang pasir -Uromastyx aegyptia-), akan tetapi para sahabat yang lain memakannya.
Bukan karena haram akan tetapi karena beliau tidak suka saja. Oleh karena itu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam disebutkan dalam riwayat lain melarang membuang makanan :
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُ أَحَدَكُمْ عِنْدَ كُلِّ شَيْءٍ مِنْ شَأْنِهِ ، حَتَّى يَحْضُرَهُ عِنْدَ طَعَامِهِ ، فَإِذَا سَقَطَتْ مِنْ أَحَدِكُمْ اللُّقْمَةُ فَلْيُمِطْ مَا كَانَ بِهَا مِنْ أَذًى ، ثُمَّ ليَأْكُلْهَا وَلَا يَدَعْهَا لِلشَّيْطَانِ ، فَإِذَا فَرَغَ فَلْيَلْعَقْ أَصَابِعَهُ ؛ فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي فِي أَيِّ طَعَامِهِ تَكُونُ الْبَرَكَةُ
“Sesungguhnya syaithan hadir bersama salah seorang dari kalian dalam setiap kesempatan. Sampai ia pun hadir saat makan. Apabila suapan dari salah satu kalian jatuh hendaknya dibersihkan dan dimakan dan jangan ditinggalkan untuk syaithan.
Apabila selesai makan hendaknya menjilati jemarinya karena ia tidak mengetahui di bagian makanan yang manakah keberkahan itu berada.”
(HR Muslim : 2033).
Syaikh Shalih Al-Fauzan menyatakan :
لا يجوز إلقاء شيء من الطعام في المحلات القذرة والمحلات النجسة كالحمامات ؛ لأن هذا فيه إهدار وإساءة إلى النعمة وعدم شكر الله
“Tidak boleh membuang makanan di tempat yang kotor, atau lokasi yang najis seperti toilet. Karena ini merupakan tindakan sia-sia serta memperlakukan buruk terhadap nikmat Allah serta tidak bersyukur kepada Allah ta’ala.”
(Al-Muntaqa Min Fatawa Syaikh Al-Fauzan : 11/63).
Dan jika tak ada yang memakannya dan tidak mungkin untuk diawetkan menjadi bentuk makanan lain maka kita memberikan makanan tersebut kepada hewan piaraan. Sebagaimana fatwa sbb :
يجب حفظ الطعام الباقي للمرة الثانية ، أو إطعامه المحتاجين ، فإن لم يوجدوا فالحيوانات ، ولو بعد تجفيفه لمن يتيسر له ذلك
“Wajib untuk mengambil makanan yang tersisa untuk kedua kalinya, atau memberikannya kepada orang yang membutuhkan jika tidak maka diberikan kepada hewan ternak meski harus dikeringkan terlebih dahulu jika memungkinkan.”
(Fatawa Lajnah Daimah : 22/341)
Wallahu a’lam
Wabillahit taufiq
Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Abul Aswad Al Bayati
sumber : https://bimbinganislam.com/tidak-suka-makanan-tertentu-apakah-termasuk-mubazir/