Petanyaan:
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُه
Afwan Ustadz,
Ada yang ingin saya tanyakan. Sudah cari info secara online di website, namun belum ada jawaban yang memuaskan.
Bagaimana gaji pegawai di dirjen pajak? Apakah haram, sementara gaji yang diterima tidak bersumber langsung dari pajak, tapi juga dari kas negara.
Seandainya teman saya ini resign dari dirjen pajak, bagaimana tabungan gaji dia selama ini, apakah juga haram? Sementara sebagian uangnya sudah dipakai untuk membuka usaha.
Jazakumullah khairan atas jawabannya.
شكرا
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
SAHABAT BiAS T07 G-80
Jawaban:
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
بسم اللّه
Alhamdulillāh
Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi ajma’in.
Wajazakallahu khairan katsiran atas pertanyaan dan do’a yang antum sampaikan,
Kami kurang mengerti apa jenis pekerjaan yang dilakukan oleh teman penanya dalam hal ini. Akan tetapi secara umum apabila jenis pekerjannya halal, maka halal pula gaji yang ia terima. Namun jika jenis pekerjaannya haram, maka haram pula gaji yang ia terima.
Dan jika jenis pekerjaannya ternyata memang pekerjaan yang haram, seperti berkaitan dengan penarikan pajak misalnya. Maka status gajinya halal bagi dia selama ia belum mengetahui keharaman pekerjaan ini.
Adapun gaji yang ia terima semenjak ia mengetahui keharaman pekerjaan ini maka ia terhitung haram sejak hari itu (Hari di mana ia mulai memahami keharaman pekerjaan yang ia geluti (lakukan-ed)).
Berdasarkan hal ini maka apabila teman penanya keluar (kerja/resign-ed) karena alasan haramnya pekerjaan tersebut, maka status tabungan, dan status gaji yang telah ia belanjakan selama ini adalah halal karena ia menerima gaji tersebut dalam kondisi belum mengetahui keharaman pekerjaan tersebut.
Fatwa Syaikh Bin Baz tentang harta haram dalam keadaan dia tidak tahu
Untuk lebih jelasnya silahkan disimak fatwa dari Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz sebagai berikut :
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menyatakan :
الحمد لله
سألت شيخنا عبد العزيز بن باز – رحمه الله – عن مسألة مكافأة نهاية الخدمة لموظف البنك الربوي فأجابني بأنه يجوز له أن يأخذ المقابل عن المدة التي عمل فيها في البنك الربوي قبل العلم بالتحريم ولا يجوز له أن يأخذ عن المدة التي عمل فيها وهو عالم بالتحريم .
مثال : لو فرضنا أنه عمل لمدة (30) سنة في البنك وكان لا يعلم بحرمة عمله مدة (20) سنة منها ، ثم علم بالحكم واستمر في العمل لمدة (10) سنوات فله أن يأخذ عن العشرين سنة ولا يأخذ عن العشر سنوات الأخيرة .
وأما بالنسبة لأولاده فيحل لهم أن يأخذوا ما يحتاجونه من والدهم وإن كان كسبه حراماً لأن نفقته عليهم واجبة والإثم عليه ، ولكن ينصحونه ولا يتوسعون في الأخذ والله أعلم .
“Alhamdulillah aku pernah bertanya kepada guru kami Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu ta’ala tentang status gaji pensiunan karyawan bank riba. Beliau menjawab bahwa karyawan bank tadi boleh mengambil gajinya selama kurun waktu ia bekerja di sana dan belum mengetahui status keharaman gaji tersebut.
Dan ia tidak boleh mengambil gaji pensiunan selama kurun waktu terhitung sejak ia mengetahui status keharamannya.
Seperti contoh berikut: anggaplah ia bekerja selama 30 tahun di bank, dan selama 20 tahun ia tidak mengetahu status keharamannya. Kemudian ia mengetahui status keharamannya dan tetap bekerja di sana selama 10 tahun.
Maka ia boleh mengambil gaji pensiunan selama 20 tahun dan tidak boleh mengambil gaji pensiunan selama 10 tahun (yang terakhir setelah tahu-ed).”
Adapun berkenaan dengan anak-anaknya, mereka boleh mengambil harta ayahnya meskipun pekerjaan ayahnya itu mereka ketahui haram. Karena ayah wajib menafkahi keluarganya maka dosanya ditanggung oleh sang ayah. Tapi hendaknya mereka menasehati sang ayah , dan tidak bermudah-mudahan di dalam mengambil gaji tersebut.”
(Fatawa Islam Soal-Jawab no. 12397).
Wallahu a’lam
Wabillahit taufiq
Faedah tambahan, klik disini untuk artikel terkait
Dijawab dengan ringkas oleh:
? Ustadz Abul Aswad Al Bayati حفظه الله
Referensi: https://bimbinganislam.com/status-gaji-pegawai-pajak/