Pertanyaan
بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمةالله وبركاته
Mohon bertanya Ustadz…
Berkenaan dengan masalah Ibadah Haji:
1. Apakah disyariatkan untuk mengunjungi (menyambut) saudara atau kerabat yang baru pulang dari ibadah haji?
2. Doa apa yang bisa kita bacakan sesuai syariat kepada yang baru pulang dari haji?
3. Apakah disyariatkan bagi yang baru pulang haji untuk mengadakan jamuan makan sebagai ungkapan syukur dan dalam rangka memuliakan tamu yang datang?
Jazaakallahu khairan
(Admin BiAS N08)
Jawaban
وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Alhamdulillāh, was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,
Perintah syariat yang mewajibkan untuk mengunjungi saudara yang baru pulang haji secara khusus memang tidak ada. Kecuali jika ada undangan dari ‘Pak Haji’ maka kita wajib mendatanginya.
Akan tetapi secara umum hal tersebut boleh dilakukan karena di sana ada dalil umum yang memerintahkan kita untuk bersilaturahim dan ikut berbahagia karena kedatangan saudara kita dari safar yang jauh selama hal tersebut tidak berbau kemaksiatan.
Seorang yang baru pulang dari tempat yang jauh di luar negeri sana, secara tabiat dan sosial kita akan mendatanginya untuk sekedar mengucapkan salam, menanyakan kabar dan beramah tamah. Dan ini merupakan adat yang baik yang tidak dilarang oleh syariat kita. Dan terdapat perintah untuk mendatangi undangan walimah jika ternyata ‘Pak Haji’ menyelenggarakan walimah sepulang dari haji.
Doa yang kita bisa baca adalah doa umum, mendoakan agar ‘Pak Haji’ diberikan haji yang mabrur oleh Allah ta’ala.
Tidak ada pensyariatan secara khusus untuk hal tersebut, akan tetapi para ulama membolehkannya berdasarkan keumuman riwayat tentang disunnahkannya membuat jamuan makan sepulang dari safar.
Telaah terkait hukum walimah Haji
Syaikh Muhammad Ali Al-Farkus Al-Jazairi menyatakan dalam salah satu fatwa beliau: “Makanan yang disiapkan sepulangnya seseorang dari safar disebut dengan ‘An-Naqi’ah.’ Kata ini terambil dari kata ‘An-Naq’i’ maknanya “debu”, karena seorang musafir itu datang dalam keadaan penuh debu jalanan.
Dan telah shahih dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau ketika telah sampai ke Madinah beliau menyembelih onta atau sapi. (HR. Al-Bukhari no. 3089). Dan hadits ini mengandung pelajaran akan disyariatkannya jamuan makan sepulang dari safar. (Lihat ‘Aunul Ma’bud: 10/211 oleh Imam Al-‘Adzim Abadi)
Dan Imam Al-Bukhari telah membuat bab untuk hadits ini berjudul “Bab Tentang Jamuan Makan Ketika Datang Dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu Berbuka (tidak berpuasa) Untuk Orang Yang Menyalami Beliau”. (Lihat Fathul Bari : 2/194). Maknanya, orang-orang berdatangan untuk mengucapkan salam dan mengucapkan selamat datang untuk beliau.
Imam Ibnu Bathal ketika menjelaskan hadits di atas beliau bersabda: Di dalamnya ada anjuran bagi penguasa dan pemimpin untuk memberikan jamuan makan bagi para sahabatnya ketika ia telah datang dari safar. Dan perbuatan ini disukai oleh kaum salaf, dan jamuan makan ini disebut ‘An-Naqi’ah.’ Dinukilkan dari Al-Muhallab bahwa Ibnu Umar radhiyallahu anhuma ketika datang dari safar beliau memberi makan kepada orang yang mendatangi beliau dan beliau ikut makan bersama para tamu. Dan beliau meninggalkan qadha’ puasa Ramadhan, karena beliau tidak berpuasa ketika sedang safar. Tatkala jamuan makan selesai baru beliau memulai untuk mengqadha’ puasa Ramadhan.”
Dan madzhab mayoritas para sahabat, tabi’in adalah wajibnya mendatangi seluruh undangan makan, ini berdasarkan apa yang disebutkan oleh Al-Qadhi Iyadh dan An-Nawawi (Lihat Syarah Shahih Muslim : 9/171, Tuhfatul Maudud : 172, Nailul Authar ; 2/238). Termasuk An-Naqi’ah juga, hanya saja para ulama berbeda pendapat apakah makanan tersebut dibuat oleh si musafir atau orang lain. Namun berdasarkan dalil dan atsar yang telah lalu maka pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang pertama (yaitu si musafir).
Adapun mengadakan walimah sebelum safar maka ini TIDAK termasuk ke dalam jenis walimah yang disyariatkan. Karena ia adalah walimah yang berkaitan dengan haji dan disematkan kepadanya (kaidah menyatakan) “Setiap apa yang disematkan kepada hukum syariat, maka ia membutuhkan dalil yang menshahihkannya”.
Dan ilmu hanya milik Allah ta’ala serta seruan terakhir kami adalah segala puji hanya bagi Allah Tuhan seru sekalian alam Shalawat dan salam semoga tercuruah kepada Nabi, keluarga dan para sahabat serta para saudara mereka sampai hari kiamat. (Sumber Fatawa Syaikh Ali Al-Farkus no. 749).
Kesimpulan
Kesimpulanya adalah walimah haji yang dilakukan sekembalinya ‘Pak Haji’ dari tanah suci Mekah itu diperbolehkan. Sedangkan walimah haji yang diselenggarakan sebelum keberangkatan itu TIDAK disyariatkan.
Wallahu a’lam, wabillahittaufiq.
Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Abul Aswad Al-Bayati حفظه الله
Referensi: https://bimbinganislam.com/apa-hukum-walimah-haji/