Pertanyaan
بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ
Ustadz, apakah para pelaku syirikun akbar/kuburiyyun (para penyembah kubur) dan minta-minta di kuburan itu diberikan udzur bil jahl?
Sebab saya membaca salah satu artikel di google bahwa para pelaku syirikun akbar tetap kafir meskipun mereka jahil/bodoh. Bagaimana hal tersebut ustadz? Sebab saya takut sekali pemikiran saya jadi bercabang.
جَزَاكَ الله خَيْرًا
(Aisyah, SAHABAT BiAS T07 G-45)
Jawaban
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعين
Para ulama ahlis sunnah wal jamaah berbeda pendapat tentang udzur bil jahl. Dan banyak sekali para imam Sunnah berpendapat akan adanya udzur bil jahl pada pelaku kesyirikan. Diantara dalil dalam masalah ini adalah firman Allāh Ta’ālā :
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّىٰ نَبْعَثَ رَسُولًا
“Dan Kami tidak akan meng-azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.” (QS Al-Isra’ : 15).
Allāh Ta’ālā juga berfirman :
رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allāh sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS An-Nisa’ : 165).
Diantara dalil juga dalam masalah ini adalah sabda Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam sebagai berikut :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ رَجُلٌ يُسْرِفُ عَلَى نَفْسِهِ فَلَمَّا حَضَرَهُ الْمَوْتُ قَالَ لِبَنِيهِ إِذَا أَنَا مُتُّ فَأَحْرِقُونِي ثُمَّ اطْحَنُونِي ثُمَّ ذَرُّونِي فِي الرِّيحِ فَوَاللهِ لَئِنْ قَدَرَ عَلَيَّ رَبِّي (لَئِنْ قَدَرَ اللهُ عَلَيَّ) لَيُعَذِّبَنِّي عَذَابًا مَا عَذَّبَهُ أَحَدًا فَلَمَّا مَاتَ فُعِلَ بِهِ ذَلِكَ فَأَمَرَ اللهُ الْأَرْضَ فَقَالَ اجْمَعِي مَا فِيكِ مِنْهُ فَفَعَلَتْ فَإِذَا هُوَ قَائِمٌ فَقَالَ مَا حَمَلَكَ عَلَى مَا صَنَعْتَ قَالَ يَا رَبِّ خَشْيَتُكَ فَغَفَرَ لَهُ
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Pada zaman dahulu ada seorang laki-laki yang selalu berbuat dosa.
Tatkala ia akan menjemput kematian, ia berpesan kepada anak-anaknya, ‘Jika aku telah mati, maka bakarlah jenazahku, lalu tumbuklah arang jenazahku dan taburkan abunya (ke laut menurut redaksi Muslim) pada saat angin bertiup kencang.
Demi Allāh, jika Allāh mampu membangkitkan diriku, tentulah Rabb-ku akan menyiksaku dengan siksaan pedih yang belum pernah ditimpakan kepada seorang pun.”
Ketika orang itu mati, pesannya dilaksanakan oleh anak-anaknya. Maka Allāh memerintahkan kepada bumi, “Kumpulkanlah abu jenazahnya yang ada padamu!” Bumi pun melaksanakan perintah Allāh, sehingga laki-laki itu pun kembali berdiri secara utuh.
Allah bertanya, “Kenapa kamu melakukan tindakan seperti itu?” Laki-laki itu menjawab, “Wahai Rabb-ku, karena rasa takutku kepada-Mu.” Maka Allāh mengampuni laki-laki itu”. (HR. Bukhari : 3481, Muslim : 2756)
Pendapat akan adanya udzur bil jahl terhadap pelaku kesyirikan ini merupakan pendapar para ulama sunnah kibar diantaranya Syaikhul islam Ibnu Taimiyyah menyatakan :
كنت أقول للجهمية من الحلولية1،والنفاة الذين نفوا أن الله تعالى فوق العرش،لما وقعت محنتهم: أنا لو وافقتكم كنت كافرا، لأني أعلم أن قولكم كفر، وأنتم عندي لا تكفرون، لأنكم جهال. وكان هذا خطابا لعلمائهم وقضاتهم وشيوخهم وأمرائهم, وأصل جهلهم شبهات عقلية حصلت لرؤوسهم مع قصور عن معرفة المنقول الصحيح والمعقول الصريح الموافق له
“Dahulu aku menyatakan kepada orang-orang Jahmiyyah penganut ajaran manunggaling kawulo gusti, dan penganut ajaran yang menolak sifat-sifat Allāh dan menolak bahwa Allāh ada di atas ‘Arsy ketika terjadi fitnah mereka kala itu :
‘Sendainya aku menyetujui ucapan kalian (wahai orang-orang Jahmiyyah) maka niscaya aku menjadi orang kafir, karena aku ngerti ucapan kalian ucapan kufur. Namun menurut aku kalian ini tidak kafir, karena kalian ini jahil.’
Dan pernyataan ini aku tujukan kepada para ulama’ mereka, para qadhi mereka, para syaikh mereka, para pemimpin mereka.
Dan pokok dari kejahilan mereka adalah syubhat akal yang bersemayam di kepala mereka, serta ketidak fahaman mereka terhadap dalil shahih dan penalaran yang sehat yang disepakati.”
(Ar-Radd ‘Alal Bakri: 259).
Dan masih banyak pernyataan para imam ahlis sunnah wal jamaah lainnya berkenaan dengan masalah ini.
Adapun para ulama zaman ini yang menyatakan demikian diantaranya Imam Ibnu Utsaimin, Imam Abdul Aziz bin Baz bahkan Imam Muhammad bin Abdul Wahhab pun memberikan udzur bil jahl, beliau menyatakan :
وأما ما ذكر الأعداء عني: أني أكفّر بالظن، وبالموالاة، أو أكفّر الجاهل الذي لم تقم عليه الحجة، فهذا بهتان عظيم، يريدون به تنفير الناس عن دين الله ورسوله
“Adapun yang disebutkan para musuh dariku bahwa aku mengkafirkan berdasarkan prasangka dan loyalitas, atau mengkafirkan orang yang Jahil/bodoh yang belum tegak padanya hujjah, maka semua ini adalah kedustaan yang sangat besar. Mereka menginginkan dengannya agar orang-orang lari dari agama Allāh dan Rasul-Nya” (Ar-Risalah Asy-Syakhshiyyah : 25).
Kesimpulannnya adalah bahwa masalah udzur bil jahl terhadap pelaku kesyirikan ini diperselisihkan oleh para ulama.
Ada pun pendapat yang rajih dalam masalah ini wallahu a’lam adalah pendapat yang menyatakan adanya udzur bil jahl.
Wallahu A’lam
Wabillahit Taufiq
Dijawab dengan ringkas oleh :
Ustadz Abul Aswad Al Bayati حفظه الله
Referensi: https://bimbinganislam.com/tentang-permasalahan-udzur-bil-jahl/