Pertanyaan:
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
Zina itu termasuk dosa besar. Apakah masih bisa di ampuni jika kita melakukan Taubat Nasuha? Dan apa saja syarat Taubat Nasuha itu sehingga dosa saya bisa diampuni?
(Dari Hamba Allah Di Tulung Agung Anggota Grup WA Bimbingan Islam N05 G-60).
Jawaban:
Bismillaah
وعليكم السلام ورحمة الله وبر كاته
Iya tidak diragukan lagi bahwa zina adalah termasuk dosa besar dan ia merupakan kemungkaran yang paling buruk lagi jelek. Imam Al-Qurthubi menerangkan makna dosa besar :
كُلّ ذَنْب أُطْلِقَ عَلَيْهِ بِنَصِّ كِتَاب أَوْ سُنَّة أَوْ إِجْمَاع أَنَّهُ كَبِيرَة أَوْ عَظِيم أَوْ أُخْبِرَ فِيهِ بِشِدَّةِ الْعِقَاب أَوْ عُلِّقَ عَلَيْهِ الْحَدّ أَوْ شُدِّدَ النَّكِير عَلَيْهِ فَهُوَ كَبِيرَة
“Setiap dosa yang dimutlakkan atasnya berdasarkan dalil Al-Qur’an atau Sunnah atau Ijma’ bahwasanya ia adalah dosa besar atau dikhabarkan di dalamnya kerasnya hukuman atau diikuti dengan pidana berat atau diingkari dengan keras maka ia adalah termasuk dosa besar”. (Fathul Bari : 12/191 di bawah syarah hadits no. 6857).
Dari kriteria ini maka jelas zina adalah dosa besar, maka dari itu Imam Adz-Dzahabi di dalam kitab Al-Kaba’ir memasukkan dosa zina ke dalam dosa besar yang ke-12. (Al-Kaba’ir : 162).
Dosa apa saja yang dilakukan oleh seorang hamba bahkan syirik sekalipun selama ia bertaubat dengan taubat Nasuha maka Allah akan menerima taubatnya.
Para ulama kibar yang tergabung dalam Lajnah Da’imah menyatakan taubat seseorang bisa memperoleh peluang untuk diterima oleh Allah ta’ala meski belum ditegakkan hukum pidana atas pelakunya :
الحدود إذا بلغت الحاكم الشرعي وثبتت بالأدلة الكافية : وجب إقامتها ، ولا تسقط بالتوبة بالإجماع ، قد جاءت الغامدية إلى النبي صلى الله عليه وسلم طالبة إقامة الحد عليها بعد أن تابت ، وقال في حقها : ” لقد تابت توبة لو تابها أهل المدينة لوسعتهم ” ، ومع ذلك قد أقام عليها الحد الشرعي ، وليس ذلك لغير السلطان .
أما إذا لم تبلغ العقوبة السلطان : فعلى العبد المسلم أن يستتر بستر الله ، ويتوب إلى الله توبة صادقة ، عسى الله أن يقبل منه .
“Had/hukum pidana itu apabila telah sampai mahkamah syari’ah dan telah mencukupi bukti-bukti yang ada maka wajib ditegakkan hukuman itu, dan ia tidak bisa gugur dengan taubat dari pelaku kriminal. Seorang wanita Ghamidiyah telah datang kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam meminta ditegakkan had atas dirinya setelah ia bertaubat.
Dan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya : ‘Ia telah bertaubat dengan taubat yang jika dibagikan kepada penduduk Madinah niscaya akan mencukupi. Namun demikian Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tetap menegakkan had atas dirinya dan hal ini tidak boleh dilakukan melainkan oleh penguasa.
Adapun jika belum sampai kepada penguasa maka wajib bagi seorang hamba untuk menutupi perbuatannya dengan meminta kepada Allah dan bertaubat kepada Allah dengan taubat yang jujur barangkali Allah akan menerima taubatnya”. (Fatawa Lajnah Da’imah : 15/22).
Adapun syarat-syarat taubat nasuha telah dijelaskan oleh banyak para ulama diantaranya Imam Abdul Aziz bin Baz berkata :
ين سبحانه أن التائب مفلح، وشروطها ثلاثة: الشرط الأول: الندم على الماضي، كونه يحزن ويندم على ما مضى منه من المعصية. الشرط الثاني: إقلاعه منها وتركها لها خوفاً من الله وتعظيماً لله. الشرط الثالث: العزم الصادق ألا يعود فيها، فأما يقول ندمت وهو يفعلها ما هو تائب، لا بد من الندم على الماضي والترك لها، كونه يقلع منها ويتركها، كان زنا ترك الزنا، كان سرقة تركها، كان عقوق ترك العقوق، إن كان قطيعة رحم ترك قطيعة الرحم، كان معاملة ربوية ترك المعاملة الربوية، وهكذا. والثالث أن يعزم عازماً صادقاً ألا يعود إلى المعصية هذه، فهذه الشروط الثلاثة لا بد منها إذا تمت وتوافرات صحت التوبة، ومحى الله عنه الذنب، إلا إذا كان الذنب يتعلق بمخلوقين أو من أحد فلا بد من شرط رابع، أن يتحللهم أو يعطيهم حقوقهم، إذا كان مثلاً سرق من إنسان مال، ما تتم توبته حتى يرد المال على صاحبه، أو يتحلله منه، أو ضربه أو قطع يده، أو ما أشبه ذلك لا بد من التحلل، أو يعطيه القصاص يقتص منه.
“Allah menjelaskan bahwa orang yang bertaubat itu orang yang beruntung dan syaratnya ada tiga :
Yang pertama menyesali dosa yang telah diperbuat, ia merasa sedih, dan menyesali perbuatan maksiat yang telah ia lakukan di waktu lampau.
Syarat kedua meninggalkan kemaksiatan tersebut serta menjauhinya karena takut kepada Allah dan karena mengagungkan Allah ta’ala.
Syarat ketiga tekat yang kuat untuk tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut. Adapun orang yang berkata ; ‘Aku menyesal’ tapi ia mengulangi perbuatan dosanya, ia bukan orang yang bertaubat.
Maka harus menyesali apa yang telah lalu dan meninggalkannya, ia harus melepaskan diri darinya dan meninggalkannya. Dahulu melakukan zina ia meninggalkan zina, dulu ia mencuri ia meninggalkan mencuri, dulu ia memutus silaturrahim ia meninggalkannya, dulu ia durhaka ia meninggalkan durhaka, dulu memakan harta riba ia meninggalkan riba. Yang ketiga ia bertekat kuat untuk tidak mengulangi perbuatan maksiat”. (Fatawa Syaikh Bin Baz no. 8555).
Konsultasi Bimbingan Islam
Ustadz Abul Aswad Al Bayati
Referensi: https://bimbinganislam.com/taubat-nasuha-karena-pernah-berzina/